MARTURIA DAN IMPLEMENTASINYA


MARTURIA DAN IMPLEMENTASINYA


Abstrak

Menjadi saksi Kristus dalam Kisah Para Rasul  1:8 dilandasi oleh Kuasa Roh Kudus yang menjadi motivator maupun generator yang memberikan energi serta power untuk menopang misi penginjilan. Sebagai Saksi Kristus memiliki pengalaman bersama Kristus dalam hal pertobatan, panggilan maupun keteladanan untuk taat bahkan rela menanggung penderitaan dan kesengsaraan dalam pelayanan pemberitaan Injil di manapun Tuhan tempatkan dengan keteguhan iman dan kesetiaan kepada Kristus serta sukacita sehingga nama Tuhan dipermuliakan dan jiwa-jiwa bertambah, bertumbuh dan berbuah-buah. Pergerakan pelayanan misi penginjilan sebagai saksi Kristus kepada seluruh bangsa akan dilakukan secara terus menerus dari generasi ke generasi sampai rencana Allah digenapi secara sempurna pada Kedatangan-Nya yang kedua kali.

Kata kunci: Saksi Kristus, Kisah Para Rasul  1:8, Ujung Bumi, Implementasi bagi Gereja

Abstract

Being a witness of Christ in Acts 1: 8 is based on the power of the Holy Spirit as a motivator and generator that provides energy and power to sustain an evangelistic mission. As a Witness of Christ, we should have an  experience with Christ in matters of repentance, calling and exemplary to obey, even willing to endure the suffering and misery in the ministry of preaching the Gospel wherever God places with firmness of faith and loyalty to Christ and joy so that the name of God is glorified and souls increase, grow and fruit-bearing. The movement of the ministry of evangelism mission as the witnesses of Christ to all nations will be carried out continuously from generation to generation until God's plan is fulfilled perfectly at His Second Coming.

Keywords: Christ Witness, Acts 1: 8, Earth's End, Implementation for the Church

Pendahuluan

            Kisah Para Rasul  ditulis oleh dokter Lukas setelah Injil Lukas.  Lukas adalah seorang teolog yang diilhami Roh Kudus, penulis yang unggul dan sejarawan cermat. Dalam dua buku penulisan Lukas memiliki penekanan masing-masing, pada buku pertama yaitu Injil Lukas menekankan tentang kehidupan Kristus sedangkan buku kedua yaitu Kisah Para Rasul  menekankan tentang pencurahan Roh Kudus untuk menjadi saksi Kristus dan perkembangan gereja berikutnya.[1] Penulisan Lukas pada kedua bukunya tersebut merupakan satu rangkaian yang berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, pesan tersebut sama-sama ditujukan kepada Teofilus. Dalam Lukas 1:1-4 berkelanjutan pada Kisah Para Rasul  1:1-4 yang menyatakan tentang Yesus sebagai Juruselamat berkaitan dengan Kerajaan Allah.[2]

            Keterkaitan antara kedua buku yang ditulis oleh Lukas tersebut terlihat jelas dalam keseluruhan struktur penulisan. Lukas menganggap bahwa misi Yesus mempunyai maksud yang universal, namun belum terlaksana secara keseluruhan.[3] Hal ini disebabkan karena misi Yesus kepada non-Yahudi dalam Injil Lukas, hanya disebutkan satu kali pada Lukas 24:47, berarti bahwa misi Yahudi maupun non Yahudi akan menjadi tugas bagi gereja (Kis. 1:8). Hal ini tidak semata-mata satu bangunan teologis Lukas, melainkan suatu kenyataan historis. Lukas menyatakan pemahamannya tentang menjadi saksi Kristus dalam misi menggunakan strategi-strategi lain untuk mengungkapkan keutuhan intern (inner coheren). Satu diantaranya adalah secara geografi.  Dalam Injil Lukas, pelayanan Yesus terungkap dalam tiga tahap yaitu Galilea (Luk.4:14 – 9:50), perjalanannya dari Galilea ke Yerusalem (Luk. 9:51-19:40) dan akhirnya peristiswa-peristiwa di Yerusalem (Luk. 19:41 – 24:53).  Lukas dalam penulisannya  di Injil Lukas tidak menyebutkan penampakan apapun dari Kristus yang bangkit di Galilea, semua berpusat di Yerusalem.  Kemudian rangkaian penulisan berlanjut pada Kitab Kisah Para Rasul  yang menyatakan suatu pelayanan misioner dari gereja yang berkembang dan ditunjukkan dalam Kisah Para Rasul  1:8 “Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. [4].  Allah dalam Kasih-Nya, Kristus dalam Pengorbanan-Nya dan Roh Kudus dengan kuasa-Nya menopang para Saksi Kristus dalam menjalankan Amanat Agung. Menjadi saksi Kristus adalah perintah Tuhan Yesus Kristus dalam Amanat Agung-Nya baik secara personal maupun secara universal bagi gereja Tuhan dari generasi ke generasi sampai rencana Allah digenapkan pada Kedatangan Tuhan yang kedua kalinya.

             Penulisan ini bertujuan untuk menyatakan implikasi teologis tentang Saksi Kristus dalam Kisah Para Rasul  1:8 dan implementasinya bagi pelayanan penginjilan gereja di masa kini. 

Studi Teologis tentang Kisah Para Rasul 1:8

            Lukas menyatakan bahwa misi Kristen merupakan penggenapan akan janji-janji Kitab Suci yang hanya dapat terjadi oleh karena kematian dan kebangkitan Kristus, penekanan sentralnya adalah tentang pertobatan dan pengampunan bagi semua bangsa yang dimulai dari Yerusalem, dan ini akan dilaksanakan oleh “saksi-saksi” yang telah mendapatkan kuasa dari Roh Kudus.  Unsur-unsur ini membentuk “jalinan-jalinan teologi Lukas” yang dinyatakan dalam dua buku penulisannya (Injil Lukas dan Kisah Para Rasul).[5]         Fokus kesaksian adalah tentang Pribadi Yesus Kristus yang telah mati, bangkit dan naik ke Sorga serta akan datang kedua kalinya. Sebagai saksi Kristus adalah kehidupan yang telah memiliki pengenalan kepada Kristus serta mengalami kehidupan bersama Kristus . 

            Pada penulisannya di Kisah Para Rasul , Lukas mengisahkan perpaduan tindakan Illahi dan tindakan manusia. Allah memberikan Kuasa - “oleh sebab Roh Kudus turun atasmu”, sehingga mereka mengadakan tanda dan mujizat secara ajaib, mengusir setan, menyembuhkan orang sakit dan memberitakan Injil dengan penuh keberanian dan kekuasaan sekalipun harus menghadapi penderitaan dan aniaya namun tetap memiliki kesaksian yang baik dalam perkataan dan perbuatan sehingga nama Tuhan dipermuliakan.[6]

            Kisah Para Rasul 1:8 merupakan “sets the theme of the entirebook “, dimana ayat ini merupakan suatu landasan penulisan Lukas yang menekankan misiologi, dimulai dengan Yesus terangkat ke Sorga memberikan Amanat Agung kepada murid-murid-Nya, disinilah tongkat estafet Misi Yesus diberikan kepada murid-murid-Nya.[7] Hal ini lebih ditegaskan oleh Marshall bahwa Kisah Para Rasul  1:8 merupakan dasar penulisan Lukas dalam membangun seluruh struktur Kitab Kisah Para Rasul dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia .[8] Ayat ini ini berisi ringkasan padat yang teologis dan geografis, dari kitab ini Yesus berjanji bahwa mereka akan menerima kuasa ketika Roh Kudus dicurahkan atas mereka sebagai kuasa untuk menjadi saksi-Nya di Yerusalem (ps. 1-7), di seluruh Yudea dan Samaria (ps. 8-12), dan sampai ujung bumi (ps. 13-28).[9]

            Kalimat dalam Kisah Para Rasul  1:8 menyatakan bahwa: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria sampai ke ujung bumi”.  Ayat ini dibuka dengan kata penghubung alla dalam bahasa Indonesia “tetapi” merupakan kata konjungsi (“alla”), menunjukkan suatu yang penting untuk diperhatikan, ada penekanan penyampaian pada kata-kata berikutnya “kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku…” ini berarti bahwa perhatian para murid harus ditujukan kepada satu hal yaitu kuasa Roh Kudus yang akan diterima dan menjadi kuasa untuk memampukan murid-murid menjadi saksi Kristus.[10]

            Kata “kuasa” dalam bahasa aslinya dunamin adalah “dunamin”  yang berasal dari akar kata “dunamis” yang secara literal artinya power, mighty, strength, force.  Kata ini juga digunakan dalam beberapa kitab dalam Perjanjian Baru antara lain Matius 14:2, 22:29, Kisah Para Rasul 1:8, Roma 1:4, Kolose 1:11, 2 Timotius 3:5, Ibrani 7:16, 2 Petrus1:3.  Kata dunamis  berarti kekuatan, kuasa, kemampuan yang memungkinkan sesuatu untuk dilakukan atau diselesaikan.  Dalam konteks Kisah Para Rasul 1:8, kuasa ini adalah Roh Kudus yang memampukan dan memperlengkapi para murid dalam bersaksi. Hal ini ditegaskan oleh pernyataan dari Peterson; “the power that is promised in Acts 1:8 is essentially relatied to the task of being Christ’s witnesses, though this is not all that Acts teaches about the role of Spirit in believers”.[11]

            Kata “dunamis” atau kuasa ini bukanlah sekedar kekuatan atau kemampuan namun istilah ini khusus  menunjuk kepada kuasa yang bekerja dan bertindak. Lukas dalam dua bukunya (Injil Lukas dan Kisah Para Rasul) menekankan bahwa kuasa Roh Kudus termasuk kekuasaan untuk mengusir roh-roh jahat dan urapan untuk menyembuhkan orang sakit sebagai tanda mujizat dalam pemberitaan tentang Kerajaan Allah.[12]

            Kuasa dari Roh Kudus” erat kaitannya dengan kata marturev (martures)  dalam bahasa Indonesia “bersaksi” yang berarti “to being empowered to speak boldly by testifying to the message of God’s work through Jesus”[13]  Dalam Kisah Para Rasul  kata “saksi” / martus – martir tersebut digunakan sebanyak 13 kali (Kis. Rasul 1:8, 1:22, 2:32, 3:15, 5:32, 6:13, 7:58, 10,39, 10:41, 13:31, 22:15, 22:20, 26:16).[14]  Kata marturev (martures) berarti a witness – in a legal sense, an historical sense, one who is a spectator of anything, those who after his example have proved the strength and genuineness of their faith in Christ by undergoing a violent death[15]

            Saksi ialah orang yang memberi kesaksian tentang sesuatu yang ia sendiri telah melihatnya.  Kesaksian merupakan tanggungjawab yang berat, terutama dalam hal diancam hukuman mati.  Para Rasul adalah saksi-saksi utama tentang hidup dan kebangkitan Kristus (Yoh. 21:24, Kis.1:22, 2 Ptr.1:6).  Dalam Gereja purba kata Yunani martus menjadi terbatas, terutama untuk menyebut mereka yang setia kepada imannya kendati sampai mati sekalipun dan dalam bahasa In donesia disebut dengan martir.  Dalam dunia Kristen modern, kesaksian ini berarti cerita tentang apa yang dikerjakan Kristus atas hidup seseorang, menjadi pengalaman pribadi orang itu[16].  Hal ini berarti menjadi saksi-saksi Kristus dapat dilakukan oleh siapapun juga yang memiliki pengalaman pribadi dengan Kristus dan menjadi surat terbuka bagi semua orang.

Menjadi Saksi Kristus di Yerusalem Sampai ke Ujung Bumi

            Lukas menekankan Kisah Para Rasul 1:8 menjadi dasar untuk keseluruhan penulisan Kitab Kisah Para Rasul tentang pemberian Kuasa Allah melalui pencurahan Roh Kudus untuk melaksanakan Amanat Agung sebagai saksi Kristus bagi dunia yang secara implisit terlihat pada pelayanan Paulus yang digambarkan dalam perjalanan misinya untuk menjadi saksi bagi dunia.  Ia secara terus menerus berbicara tentang Roh Kudus sebagai daya pendorong dibalik kesaksian gereja.  Dengan sangat jelas, Lukas menyatakan tentang sifat dan pengaruh dari Roh Kudus: “Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku” (Kis.1:8).  Roh Kudus yang mengilhami kesaksian para murid juga menguduskan dan mengubah hati mereka.  Bahkan Lukas mengaitkan inspirasi dari Roh Kudus pada misi atau ekspansi ke luar (Kis. 9:31, 11:24).[17]

            Dalam konteks Kisah Para Rasul  1:8 tentang “….kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria sampai ke ujung bumi “ ini merupakan penyebaran Injil bagi saksi Kristus lebih berkaitan dengan pemahaman secara geografis, yang dimulai dari Yerusalem yang merupakan kota penting secara teologis, meluas ke seluruh Yudea dan Samaria yang berbicara tentang wilayah geografis Israel secara keseluruhan, sampai ke ujung bumi dalam arti cakupan geografis bangsa-bangsa lain. Rainer menyatakan bahwa lingkup geografis pekerjaan misi Paulus menjadi saksi bagi dunia sebagai pelaksana Amanat Agung dalam Kisah Para Rasul 1:8, dapat dijelaskan dengan bantuan teks Perjanjian Lama, dimana Paulus menafsirkan panggilan misinya dalam lingkup misi Hamba Tuhan di Yesaya.[18]     

Misi Hamba Tuhan itu adalah menjangkau ”ujung bumi” (Yesaya 49:6).      Ketika Allah datang “unutk mengumpulkan segala bangsa dari semua bahasa”, bangsa-bangsa datang ke Sion dan melihat kemuliaan Allah (Yesaya 66:18).  Dari antara bangsa-bangsa yang datang ke Sion dan melihat kemuliaan Allah, Allah akan mengutus “orang-orang yang terluput kepada bangsa-bangsa”, sebagai utusan-Nya kepada bangsa-bangsa (Yesaya 66:19).  Mereka pergi ke Tarsus kemudian semi-memutar menuju arah barat laut ke wilayah Put (Kilikia) dan Lud (Lidia), Mesekh (Misia) dan Rosh, Tubal (Bitinia) dan Yawan (Yunani, Makedonia) serta pulau-pulau yang jauh (wilayah di barat jauh, Spanyol). Lingkup geografis pekerjaan misi Paulus ini mungkin menjelaskan alasan Paulus merencanakan misinya ke Spanyol.  Namun hal ini akhirnya tidak hanya menjelaskan gerakan misi Paulus secara geografis saja.[19]

            Beberapa teolog menyatakan tentang “ujung bumi”  dalam Kisah Para Rasul 1:8 ini dikaitkan dengan bangsa kafir /“gentles”.  Peterson melihat konteks Kisah Para Rasul 1:8 ini sebagai programmatic statement dan tidak dapat dipahami hanya sebatas pada physical geography melainkan juga dalam pemahaman theopolitical yang merupakan nubuatan dari Kitab Yesaya 49:6 yang menyatakan “Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara.  Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi”. Ayat ini merupakan nubuatan tentang keselamatan yang pertama-tama akan turun di Yerusalem, selanjutnya akan terjadi reconstitution and reunification of Israel yang mencakup wilayah Yudea dan Samaria, dan kemudian keselamatan akan sampai ke “ujung bumi” sehingga bangsa-bangsa (Gentiles) akan disambut ke dalam umat Allah.[20]

            Menurut Schnabel, istilah bahasa Inggris gentle, ini diturunkan dari bahasa Latin gentilis, yang berarti anggota keluarga atau kelompok (gen), kumpulan atau ras yang sama, yang kemudian digunakan dalam bahasa kependetaan untuk “orang kafir” dan “penyembah berhala” yang didefinisikan sebagai “tiap-tiap atau semua bangsa selain bangsa Yahudi”.[21]

 

Proses dan Konsekuensi Menjadi Saksi Kristus

            Kehidupan sebagai saksi Kristus, tentu bukan sembarang orang, namun merupakan kehidupan telah melewati berbagai proses.  Lukas menuliskan kehidupan Paulus sebagai teman dekatnya sebagai saksi Kristus dalam perjalanan misinya di Kisah Para Rasul. Latar belakang Paulus yang jahat mengalami pertobatan dan panggilan Tuhan, sehingga memiliki ketaaatan dan keteladanan hidup bagi sesama.  Pertobatan dan panggilan Paulus dalam melakukan misi merupakan kejadian yang bersamaan. Paulus dipanggil untuk diutus menjadi saksi ke seluruh dunia (Kis. 22:15). Panggilan Paulus untuk memberitakan kabar tentang Yesus Juruselamat ada kaitannya dengan pertobatan dan iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Panggilan Allah terhadap Paulus mempercayai bahwa dirinya telah dipanggil oleh Allah untuk memberitakan Injil Keselamatan dengan dorongan Roh Kudus bagi bangsa Yahudi dan  bangsa non Yahudi.[22]  Dari hal ini terlihat bahwa Paulus menunjukkan ciri sikap hidup pribadi yang yakin akan panggilannya dan bertanggung jawab atas perutusan yang dipercayakannya.[23]

Pertobatan Rasul Paulus, menjadi titik awal yang tidak hanya mengubah kehidupan Paulus secara pribadi, namun juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan seluruh gereja. Setelah mengalami pertobatan (lahir baru), Paulus menjadi pemberita Injil yang luar biasa dipakai Tuhan,  dan menjadi saksi Kristus bagi banyak orang. Penting bagi orang percaya untuk melayani Tuhan dengan dasar pertobatan yang jelas, karena tanpa pertobatan sejati pekerjaan misi menjadi saksi Kristus bagi dunia akan  sia-sia.

            Pertobatan dalam Kisah Para Rasul  dihubungkan dengan pengampunan dosa (Kis. 2:38, 3:19,5:31, 8:22, 26:18, 20), pembaptisan serta penerimaan keselamatan dan Roh (Kis, 2:38, 11:18).  Kematian dan Kebangkitan Yesus Sang Mesias membuka kemungkinan baru bagi orang Yahudi dan non-Yahudi untuk bertobat dan meneriuma pengampunan dosa. Hal itu harus diberitakan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem (Kis. 2:38, 3:19, 5:31, 11:18, 17:30, 20:21, 26:20).[24]

            Transformasi yang dihasilkan oleh pertobatan pada iman akan Allah Sang Pencipta dan Yesus Kristus mempengaruhi hati nurani seseorang serta identitas moral dan sosialnya. Perubahan ini menghasilkan ketaatan pada Firman Yesus Kristus dan Pengajaran para Rasul, sehingga menghasilkan relasi khusus orang percaya dengan Allah, Roh-Nya dan Yesus Kristus dan memberi diri dibaptis dan mengalami penyucian hidup.  Kehidupan ini menjadi milik Allah, kehidupannya ditentukan oleh Yesus Kristus dan sikapnya dikuasai oleh Roh Kudus.. Dan buah pertobatan adalah sukacita (1 Tes.1:5-6), karunia Roh Allah yang melampaui kekhawatiran atas eksistensi manusia (Rom.8:18,22).[25] 

            Kehidupan yang telah diubahkan, dikuasai Roh Kudus dan berbuah-buah akan menjadi teladan dalam sikap dan perbuatannya. Keteladanan Paulus memotivasi gereja masa kini untuk kembali melihat pelayanan dalam misi menjadi saksi bagi dunia. Gereja yang hidupnya berpusat kepada diri sendiri, bukan kepada Injil menunjukkan sebagai orang Kristen yang tidak menjadi kesaksian dan tidak memuliakan Injil. Dalam ungkapannya Paulus menyatakan, “Sebab itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapapun yang akan binasa.” (Kis. 20:26), berarti bahwa Paulus memiliki sikap hati untuk melaksanakan mandat dengan baik yaitu membawa jiwa-jiwa kepada Kristus melalui kesaksian dari hidupnya melalui perkataan dan perbuatannya.

            Konsekuensi yang harus dihadapi sebagai saksi Kristus dalam pemberitaan Injil di Kisah Para Rasul  yaitu rela mengalami penderitaan dan penganiayaan. Seperti diantaranya adalah  Petrus dan Yohanes (Kis. 4:1-22) ditangkap saat bersaksi tentang kebangkitan Yesus (Kis. 5:17-42) disebabkan karena iri hati, Stefanus (Kis. 7:54-8:1) dirajam batu karena kesaksian tentang Kristus. Paulus dalam perjalanan misi penginjilan sebagai saksi Kristus, dipenjaran, didera, dianiaya, penuh penderitaan. Namun dalam penderitaan itu tidak dapat memadamkan kobaran semangat dalam menjadi saksi sampai ke ujung dunia. Hal ini membuktikan manifestasi kuasa Roh Kudus menopang para rasul untuk tetap berani menjadi saksi Kristus, sekalipun harus mati bagi Kristus.  Kuasa Roh Kudus memberikan kemampuan bagi saksi Kristus untuk tetap setia, taat dan bersukacita menghadapi ancaman, penderitaan, aniaya bahkan kematian sekalipun.  Seperti yang dialami oleh Paulus dan Silas (Kis. 16:19-40) sekalipun dalam penjara mereka tetap berdoa dan memuji Tuhan, sehingga terjadilah gempa yang membebaskan belenggu mereka, namun kehidupan sebagai saksi Kristus dapat menyelamatkan kepala penjara dan keluarganya.  Sebagai Saksi Kristus memiliki karakter Kristus yang memancar dan menjadi berkat bagi orang lain, karena merupakan surat terbuka yang Nampak bagi semua orang bahwa Kristus ada dalam seluruh aspek kehidupannya. Artinya bukan hanya secara teori atau pengajaran namun rasul-rasul menunjukkan dalam sikap dan perbuatan dalam keseharian hidupnya, itulah strategi yang sangat efektif dalam penginjilan gereja mula-mula untuk menjadi saksi bagi Kristus bagi dunia.

            Kematian Stefanus merupakan peristiwa penderitaan dan penganiayaan di Yerusalem, hal itu  justru membuat berita Injil berkembang dari Yerusalem menuju Yudea dan Samaria (Kis. 8-12). Penderitaan, aniaya, kesengsaraan saksi Kristus, tidak dapat menghentikan karya Allah dalam penyebaran Injil untuk sampai ke ujung dunia, sebab dalam Kisah Para Rasul  justru penderitaan dan penganiayaan membuat berita injil semakin meluas dan semakin banyak jiwa-jiwa percaya kepada Kristus dan bertobat, menerima pengampunan dosa serta memberi diri dibaptis.

            Menjalani proses dan konsekuensi sebagai saksi Kristus memang tidaklah mudah, namun Allah Tritunggal menyertai dan menopang para martir dengan kuasa Roh Kudus untuk menerima kekuatan dalam kelemahan, menerima sukacita dalam aniaya dan penderitaan, bahkan dapat memandang kemuliaan Allah disaat mati syahid sekalipun.   Kematian para martir bukan membuat kesaksian bagi Kristus terhenti, namun dalam sejarah  gereja telah dinyatakan bahwa justru hal tersebut membuat perkembangan dan pertumbuhan semakin nyata, baik secara kualitas maupun kuantitas bagi saksi-saksi Kristus dari generasi ke generasi selanjutnya.

Implementasi Menjadi Saksi Kristus bagi Dunia terhadap Misi Gereja Masa Kini 

            Dalam konteks kekristenan, misi sebagai saksi Kristus dipahami dalam arti pengutusan gereja universal ke dalam dunia untuk menjangkau orang-orang belum percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, khususnya melalui sekelompok pekerja misi yang disebut misionaris. Sebab misi Kristen pada hakikatnya haruslah merupakan wujud kasih antara gereja dengan sesama. Misi berarti orang-orang Kristen menjalin persekutuan dengan sesama di dalam Allah dan membangunnya di dalam kuasa Allah.[26] Kuasa Allah melalui Roh Kudus menjadikan gereja masa kini juga dapat menjadi saksi bagi Kristus untuk melakukan pergerakan penginjilan dari generasi ke generasi sperti yang dilakukan oleh para rasul pada masa Perjanjian Baru sehingga orang yang hilang dapat dimenangkan dan diajarkan untuk mentaati perintah Tuhan, sehingga hasilnya adalah Kristus dikenal, dikasihi, dipuji, dan dijadikan Tuhan atas umat pilihan (Mat,28:18-20, Luk 24:49, Yoh.5:23; 15:26-27)[27]

            Penulisan Lukas pada Kitab Kisah Para Rasul  menunjukkan bahwa paradigma misi dari Paulus menyatakan  gereja adalah persekutuan yang baru dan tersebar mulai dari Yerusalem sampai ke ujung dunia. Semangat pekabaran Injil sangat menonjol di dalam kehidupan gereja, sehingga gereja terlihat tidak statis. Gereja bersifat universal, artinya bukan hanya terbatas pada orang-orang Yahudi saja, tetapi juga orang-orang Yunani, bahkan seluruh seluruh alam semesta. Penyebaran pertama terjadi mulai dari daerah perbatasan Yahudi berlanjut ke daerah luar Yahudi. Paulus dipimpin oleh Roh Kudus melalui mimpi atau penglihatan (band. Kis. 16:9; 18:9; 21:4; 27:23-24). Pemberitaan Injil oleh Paulus benar-benar tersebar sampai ke ujung bumi. Rasul Paulus paling menekankan, bahwa gereja adalah suatu persekutuan baru yang tidak membeda-bedakan suku bangsa (ras) dan derajat sosial untuk mempersatukan manusia di dalam kehidupan bersama. Paulus sadar pelayanannya untuk kesatuan tubuh Kristus (Kis. 20:33-36) dan melanjutkan pelayanan pendamaian Yesus. Di dalam Kisah Para Rasul gereja sebagai tubuh Kristus. Penerimaan Roh merupakan bagian dari baptisan sebagai tanda masuk ke dalam persekutuan umat beriman (Kis. 2:38; 8:15-17; 19:17; 15:8; 19:5-6).

            Namun secara realita, Gereja masa kini memberitakan Injil dengan tujuan memperoleh banyak pengikut saja, tetapi Paulus memberitakan Injil untuk memperoleh murid. Gereja masa kini hanya cukup puas dengan jumlah orang yang hadir di gereja secara rutin. Namun Paulus lebih melakukannya tidak sebatas kuantitas melainkan juga segi kualitas. Paulus menuntut iman dan pertobatan sejati untuk beriman kepada Yesus, tetapi gereja masa kini hanya pengakuan percaya kepada Yesus saja tanpa disertai pertobatan sejati.  Ini merupakan salah satu kendala yang terjadi dan menghambat misi gereja untuk menjadi saksi Kristus bagi dunia.

            Praktik hidup Kristen yang baik sebagai saksi Kristus adalah pembuka jalan yang efektif bagi penginjilan. Apabila tidak menjalani kehidupan Kristen dengan baik, maka akan sulit untuk bersaksi kepada sahabat dekat, keluarga maupun masyarakat. Menjadi saksi Kristus dalam melaksanakan misi bagi gereja masa kini dilakukan melalui perubahan hidup oleh firman Tuhan, yang merupakan prinsip dasar positif kritis bagi kehidupan dunia.[28] Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Edmund Woga misi Kristen cenderung mengarah kepada misi gereja yaitu prinsip dasar misi yaitu perutusan gereja yang menampilkan misi gereja tidak hanya didasarkan pada ketaatan akan “perintah perutusan” dari Yesus, tetapi lebih dari pada itu adalah dampak langsung dari dinamika Trinitas. Dengan demikian, misi gereja sebetulnya sesuatu yang teratur dalam keseluruhan rencana dan pelaksanaan penyelamatan Allah.[29]

            Gereja memiliki peran dalam memimpin dan mengarahkan manusia dan dunia seluruhnya kepada tujuan akhir yang merupakan suatu realitas supranatural. Sebagai saksi Kristus, gereja harus hadir untuk melayani, memberikan kekayaan spiritualnya kepada dunia dengan terus menata kehidupan searah dengan tujuan transendentalnya. Sebagai saksi Kristus di tengah dunia, inti dari pewartaan Injil adalah memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah.[30]

Penutup

            Sebagai saksi Kristus yang memberitakan Injil yang telah bertobat, dipanggil Tuhan dan disucikan hendaknya dapat menunjukkan life style sebagai manusia beriman kepada Kristus dalam perkataan dan perbuatan untuk membawa Kasih Kristus ditengah kebencian, membawa kesukaan ditengah kedukaan, membawa terang ditengah kegelapan, membawa pengharapan bagi yang berputus asa sekalipun harus diperhadapkan dengan penderitaan tetap  semangat memberitakan Injil Kristus, memiliki kesetiaan dan keteguhan iman oleh karena kuasa penyertaan Roh Kudus.   Menjadi saksi Kristus sampai ke ujung bumi bukan hanya secara geografis dari bangsa Yahudi sampai non-Yahudi / bangsa kafir, namun juga terkait secara eskatologi yaitu dalam hal pelaksanaan yang terus menerus dilakukan dari generasi ke genrasi sampai akhir zaman, sampai kedatangan Tuhan yang kedua kalinya. Demikian hendaknya, jadilah saksi Kristus bagi dunia.

 

Daftar Pustaka

 

Browning, W.R.F. 2007. Kamus Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Chen, Febe. 2009.  Menjadi Pribadi Unggul. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Congar, Yves. 1968. Christians Active in the World: Herder and Herder.

Damawijaya. 2006. Kisah Para Rasul. Yogjakarta: Kanisius.

Darrell L., Bock. 2007. Acts Baker Exegetical Commentary on the New Testament. Grand Rapids: MI. Baker Academic. 

Dryness, William. 2004. Agar Bumi Bersukacita. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.

J. Bosch, David. 2018. Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi yang Mengubah dan Berubah. Jakarta:  BPK Gunung Mulia.

LAI. 2008. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang: Gandum Mas.

Laverdiere, Eugene A dan Thompson, William G. New Testament Communities in Transition  (Theological Studies, vol 37).

Marshall, I. Howard. 2007. The Acts of The Apostles: An Introduction and Commentary, Tyndale New Testament Commentaries. Nottingham, England & Surabaya Indonesia: Intervarsity Press.

Menzies, William W. dan Menzies, Robert P. 2005. Roh Kudus dan Kuasa. Batam: Gaspel Press.

Peterson, David G. 2009. The Acts of the Apostles The Pillar New Testament Commentary. Grand Rapids, MI, :Nortingham, England: William B. Eerdmans Publishing Co.

Polhil, John B. 2001. Interpretingthe Book of Acts, “In Interpreting the New Testamemnt” : Essay on Methode and Issues, ed. David Alan Block and David S. Dockery. Nashville, Tennessee: Broadman & Holman Publishers.

Schnabel,  Eckhard J. 2010. Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Strategi dan Metode Misi Rasul Paulus. Yogyakarta: Andi.

Song, C.S. 1999. Sebutkanlah Nama-nama Kami. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.

Witherington III, Ben. 1998. The Acts of the Apostles A Socio-Rhectorical Commentary. Grand  Rapids, MI William B. Eerdmans Publishing Co.

Woga, Edmund. 2002. Dasar-dasar Misiologi. Yogjakarta: Kanisius.



                [1] LAI, Aklitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2008), 1757, Sebagai sejarawan gereja, Lukas menelusuri penyebaran Injil dimulai dari Yerusalem hingga ke Roma sambil menyebutkan sekitar 32 negara, 54 kota, dan 9 pulau di Laut Tengah….dst.

                [2] Ben Witherington III, The Act of the Apostles: A Socio-Rhectorical Commentary (Grand Rapids, MI: Wim B. Eerdmans Publishing Co, 1998), 5.

                [3] Laverdiere, Eugene A dan Thompson, William G, New Testament Communities in Transition  (Theological Studies, vol 37), 595.

                [4] David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi yang Mengubah dan Berubah (Jakarta:  BPK Gunung Mulia, 2018), 137.

                [5] Pernyataan dari Senor dan Stuhmueller, 1983 (p.259) yang dikutip oleh David J. Bosch. Dalam bukunya yang berjudul Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi yang Mengubah dan Berubah, 142.

                [6] LAI, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, 1757.

                [7] John B. Polhill, Interpretingthe Book of Acts, “in Interpreting the New Testament” : Essay on Methode and Issues, ed. David Alan Block and David S. Dockery (Nashville, Tennessee: Broadman & Holman Publishers, 2001), 404.

                [8] I. Howard Marshall, The Acts of The Apostles: An Introduction and Commentary, Tyndale New Testament Commentaries (Nottingham, England & Surabaya Indonesia: Intervarsity Press, 2007), 61.

                [9] LAI, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, 1757.

                [10] Ben Witherington III, The Acts of the Apostles A Socio-Rhectorical Commentary, 110.

                [11] David G. Peterson, The Acts of the Apostles The Pillar New Testament Commentary (Grand Rapids, MI,: Nortingham, England: William B. Eerdmans Publishing Co, 2009), 110.

                [12] LAI, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, 1759, 1762.

                [13] Bock Darrell L. Acts Baker Exegetical Commentary on the New Testament. (Grand Rapids, MI. Baker Academic, 2007), 63.

                [14]W.R.F. Browning. Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 395-395, yang menyatakan seorang saksi dalam Perjanjian Baru adalah seorang yang dapat bersaksi tentang perbuatan Yesus dalam pelayanan-Nya, tentang kematian dan kebangkitan-Nya (Kis. 1:22).  Kata saksi itu kemudian menjadi kata dengan arti khusus jika dikenakan kepada orang yang bersaksi  tentang Yesus, sampai harus mati untuk Dia – sebutan “martir” (yang dibentuk dari kata Yunani “martus” = saksi).  Bandingkan dengan Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II : dalam dunia Kristen modern, kesaksian berarti cerita tentang apa yang dikerjakan Kristus atas hidup seseorang, menjadi pengalaman pribadi orang itu, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007),340.

                [15] http://alkitab.sabda.org/strong.php diunduh tgl. 17 Juli 2019

                [16] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II  (Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2007) 340

                [17] William W Menzies dan Robert P. Menzies, Roh Kudus dan Kuasa (Batam: Gaspel Press, 2005), 127,139.

                [18] Rainer Riesner, Pauls’s Early Period: Chronology, Mission Strategy, Theology (Grand Rapids: Eerdmans, 1998), 245-253.

                [19] Eckhard J. Schnabel, Rasul Paulus Sang Misionaris (Yogyakarta: Andi, 2010), 240.

                [20] David G. Peterson, The Acts of the Apostles The Pillar New Testament Commentary,112.

                [21] Eckhard J. Schnabel, Early Christian Mission I (USA:Published by InterVarsity Press, 2008) 37-40

                [22] Febe Chen, Menjadi Pribadi Unggul (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), 36.

                [23] Damawijaya, Kisah Para Rasul  (Yogjakarta: Kanisius, 2006), 128.

[24] Eckhard J. Schnabel, Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Strategi dan Metode Misi Rasul Paulus, 247.

                [25] Ibid, 250-252.

                [26] C.S.Song, Sebutkanlah Nama-nama Kami (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1999), 29-30.

                [27] Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang : Gandum Mas, 2008)1758-1759

                [28]William Dryness, Agar Bumi Bersukacita (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2004), 177.

                [29]Edmund Woga, Dasar-dasar Misiologi (Yogjakarta: Kanisius, 2002),186.

                [30]Yves Congar, Christians Active in the World: Herder and Herder, 1968), 135.

Post a Comment

0 Comments