TAHBISAN PENERIMA ATAU
PENGAMPU TUGAS SUCI
BAB I
PENDAHULUAN
Mendengar kata imam mungkin pertanyaan yang mucul dalam benak kita dalah siapa itu imam? Apa saja syarat-syarat seorang imam? Apa tugas dan tanggung jawabnya? Imam merupakan orang yang ahli dalam ibadah dan mereka juga merupakan wakil manusia saat berurusan dengan Allah. Sebagai wakil manusia saat berurusan dengan Allah. Sebagai wakil manusia dengan Allah maka para imam itu mempunyai tugas dan tanggung jawab yang akan saya paparkan dibawah ini. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas imam dan tanggung jawabnya.
1.1 Pengertian Imam
Kata
Imam berasal dari bahasa Ibrani yaitu (Kohen)
yang berarti seorang yang berdiri. Di dalam Ensiklopedia Masa Kini, kata Kohen berasal dari kata kerja Hun yang mempunyai pengertian “dihadapan
Allah” dan bertindak sebagai pelayan Allah. Perkembangan selanjutnya kata Kohen dalam agama Israel dipakai sebagai
“jabatan resmi seorang Imam”. Sebagai seorang yang melayani Allah, imam
berhubungan erat dengan ibadah kepada Allah, mengawasi kemah suci Bait Allah,
melakukan peradilan dan mengajar Hukum Taurat (Ul. 33:10; Yer. 18:18). Jadi
imam itu adalah pelayan Allah yang bertugas untuk menjalankan dan mengawasi
jalannya persembahan di Bait Allah serta menjalankan ibadah.
Kata
Kohen diperoleh dari kata benda (kahan) yang menunjuk kepada persamaan
makna dengan kata (kun). Menjadi
abadi, kekal, benar dan penuh keyakinan. Kata ini menunjukkan kepada tugas
seorang imam yang berdiri dihadapan Allah sebgai hamba atau pelayannya. Kata Kun ini menunjukkan fungsi seorang imam.
Imam itu adalah seseorang yang berdiri dihadapan Allah (Ul. 10:8) kata ini juga
menggambarkan tentang seorang anggota yang suci dalam pemerintahan dan dalam
Perjanjian Lama keimaman bukanlah suatu pekerjaan menlainkan jabatan.
Kata
lain untuk imam juga sering digunaka (kanu) artinya membungkukkan diri,
tunduk untuk beribadah, menjadi abadi, kekal, benar dan penuh keyakinan. Dalam
bahasa Ugarit, kata ini diartikan untuk menciptakan. Kata yang berhubungan
dengan ini adalah (ken) yang artinya bersungguh-sungguh (Ams. 11:19),
benar (Bil. 27:7; 36:5). Ken juga dipakai untuk menyatakan
kebenaran. Kata ini menunjukkan bahwa seorang imam adalah orang yang berdiri
dihadapan Allah dengan sungguh-sungguh penuh dengan keyakinan untuk merendahkan
dirinya dan membungkukkan diri menandakan tanda penghormatan dan kesediaan
untuk melayani Tuhan. Dari segi fungsi, imam adalah sebagai pemberi berkat, sering
dihubungkan dengan kata (kahen) yang artinya penambahan. Ini memiliki makna
bahwa seorang imam kelimpahan untuk membuat kebahagiaan.
Imam
dari arti katanya dapat diartikan sebagai seorang wakil manusia dalam
urusan-urusan mengenai Allah. Atas perintah Allah (Kel. 28:1), maka Harun dan
anak-anaknya diangkat menjadi Imam yaitu Nadab, Abihu, Eleazar dan Itamar.
Mula-mula tidak ada orang yang secara terus-menerus menjadi Imam, karena
mempersembahkan korban dilakukan oleh kepala keluarga yang bekerja sebagai
Imam, tetapi setelah orang Israel menjadi bangsa yang besar, perlu ada kaum
Imam untuk melakukan ibadat di rumah Allah. Hanya Elieser dan Itamar anak Harun
yang menjadi Imam karena Nadab dan Abihu mati oleh karena dosa mereka (Im. 10).
Imam juga adalah orang yang ahli dalam soal ibadah. Ia memberikan bimbingan dan putusan-putusan mengenai upacara keagamaan dan hukum. Apalagi kalau ada kasus hukum yang berat. Imam juga adalah pelaksana dan penganjur pelaksanaan hukum Allah. Ucapan-ucapannya bersumber pada dua wibawa ilahi, yaitu tradisi imamat dan penggunaan batu undi kudus (Urim dan Tumim). Ucapan-ucapannya itu akan memberikan jawaban lisan terhadap pertanyaan yang diajukan kepadanya. Imam adalah bapa dan penasehat umat Allah.
1.2 Arti dan Makna Imam
Imam dari kata Arab dalam Alqur’an berarti tanda, pola atau pemimpin ibadah pemimpin umat. Setiap orang beriman dapat bertindak sebgai imam. Perkataan imam ini juga dapat dipakai untuk seorang kalif atau pendiri suatu mahzab dalam sumpah dan lain-lain. Sedangkan dalam terjemahan Alkitab Kristen kata imam digunakan untuk kata Yunani: Hiereius baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru digunakan untuk orang-orang Yahudi yang mempersembahkan kurban di Bait Allah di Yerusalem sedangkan imam dalam Perjanjian Baru itu diperuntukkan kepada Yesus yang satu-satunya imam Perjanjian Baru dan untuk imamat seluruh umat Kristen, karena seluruh umat Kristen mengambil bagian dalam Yesus Kristus. Dalam Perjanjian Baru juga mengistilahkan Presbuteros yang berarti ketua dan tidak pernah berarti pembawa kurban.
1.3 Latar Belakang dan Sejarah
Perkembangan Imam
Dalam
Perjanjian Lama mula-mula kepala keluarga atau suku menjalankan fungsi Imam
artinya mempersembahkan korban-korban. Kemudia keluarga Harun dari suku Lewi
menjalankan fungsi Imam tersebut untuk seluruh bangsa terpilih. Sejak zaman
raja Salomo hanya keturunan Zadok yang boleh menjalankan Imam dalam Bait Suci,
yang dibangun raja itu di Yerusalem pada abad ke-10 SM. Fungsi-fungsi yang
lebih rendah dikerjakan oleh para Lewi. Imam Perjanjian Lama diwariskan dalam
kelurga; tugas pokoknya mengajar agama atau Taurat, mempersembahkan korban-koban
dan mengurus Bait Suci.
Harun
dan Eleazar (anaknya) yang adalah penggantinya, adalah perintis dari Imam.
(Bil. 27:21), yang disebut juga dalam Im 21:10. Ia sendiri diurapi dan memiliki
otoritas atas pejabat-pejabat biasa. Kepadanya dikenakan baju kebesaran Imam.
Harun adalah imam besar yang penahbisannya dapat kita lihat dalam Imamat pasal
8 dimana upacara penahbisan mereka dilaksanakan di depan pintu Kemah Pertemuan
(Kemah Suci) sesuai dengan firman Tuhan kepada Musa. Zadok dan Abyatar adalah
Imam Besar pada masa pemerintahan Daud (II Sam. 20:25), dan keturunan Zadok
adalah Imam-Imam Besar dalam Bait Allah. Yosua kembali dari pembuangan sebagai
Imam Besar (Ezr. 2:2). Raja-raja keturunan Daud memegang kuasa yang besar dalam
urusan Bait Allah. Mereka bukan hanya menguasai soal-soal material tetapi juga
soal-soal kepemimpinan dalam ibadah. Misalnya kita dapat lihat pada masa
pemerintahan Uziam agaknya raja Uzia menjabat sebgai imam dan tindakannya itu
ditolak oleh Pengarang Tawarikh (2 Tawarikh. 26:16) bahkan dikatakan bahwa
penyakit kusta yang diderita Uzia disebabkan oleh tindakannya itu. Jelaslah
bahwa pengarang Tawarikh menganggap kurang tepat kalau raja mencampuri urusan
imam. Tetapi setelah masa pemerintahan raja-raja itu berakhir, maka Imam tertua
(senior), yaitu Imam Agung, memperoleh kekuasaan yang semula diperoleh oleh
raja itu. Suku Lewi, yang semula adalah suku biasa yang sejak dulu memperoleh
sebutan Kaum Lewi rupanya mereka telah menjabat sebagai Imam ketika Israel
mulai menduduki tanah Kanaan. Mereka selalu dekat dengan Tabut Perjanjian. Pada
waktu itu Israel menduduki tanah Kanaan ternyata sudah ada tempat-tempat suci
yang ditunggui oleh para Imam di tanah itu. Selanjutnya Daud dan para raja
Israel pun mengangkat Imam-Imam mereka sendiri (Daud mengangkat anak-anaknya
sendiri menjadi Imam) (II Sam. 8:18). Kaum lewi harus menghadapi mereka semua.
Ternyata tempat suci Yerusalem dikuasai oleh keluarga Imam Zadok, dan
tempat-tempat suci Israel Utara dikuasai oleh Imam-Imam yang diangkat oleh raja
Yerobeam. Ada juga dugaan bahwa kaum Lewi terus bertahan dan memberlakukan
tradisi yang mereka warisi dari Musa; bahkan pada waktu kemudian mereka masih
mampu mempengaruhi raja Yosia sehingga raja mengadakan reformasi besar-besaran
di seluruh tanah Kanaan.
Jika
kita telusuri Kitab Ulangan maka para imam juga di identikkan dengan kaum Lewi
(Ul. 18:11). Kitab Ulangan sendiri dikarang pada awal kerajaan Manasye, dan
dimaksudkan sebagai suatu rencana pembaruan yang akan dilaksanakan bilamana
kesempatannya tiba.
Dibawah pemerintahan Herodes Agung, Imam-Imam Besar tidak lagi memegang jabatan itu sumur hidup. Hanas diangkat oleh Kirenius, wali negeri Siria pada Tahun 6M hingga 15M. setelah masa jabatan yang singkat Kayafas (menantu Anas) menjadi imam besar, dari tahun 18M hingga 36M.
2.1 Syarat-Syarat Seorang Imam
Adapun
yang menjadi syarat-syarat seorang imam yaitu:
1. Para
Imam harus suci seluruh hidupnya.
2. Orang
yang ada cacatnya tidak boleh menjadi Imam (bukan cacat fisik).
3. Dalam
Imamat pasal 21 dan 22:1-16 dan panjang lebar diuraikannya syarat-syarat
kesucian yang harus dipenuhi seorang Imam, misalnya mereka tidak boleh
mengundul sebagian kepalanya, mencukur tepi janggutnya, tidak mengoresi kulit
tubuhnya.
4. Para
imam dilarang meminum minuman keras ketika melaksanakan tugas-tugas mereka di
Bait Suci. Supaya tugas-tugas itu dibuat secara tepat dan bertanggung jawab.
Apabila koraban dipersembahkan, maka para Imam memegang persembahan kudus, dan
apabila mereka mengajar, maka mereka harus tetap bijaksana dan memakai
kata-kata secara jelas supaya para pendengar mengerti. Namun kedua tugas itu
dirusakkan, jika Imam mabuk.
5. Menjauhkan ibadah kepada Tuhan dari kebiasaan-kebiasaan keagamaan orang-orang asing, misalnya orang-orang Babel, yang banyak minuman keras dalam upacara-upacara mereka untuk mengalami ekstasi yaitu kegembiraan yang meluap.
2.2 Cara Pentahbisan Imam Dalam
Perjanjian Lama
Imam
yang pertama adalah Harun dan keturunannya dan sebelum ia menjadi imam maka ada
dilakukan upacara penahbisam karena sebelum upacara pentahbisan selesai maka
mereka juga belum sah menjabat sebagai imam. Adapun upacara pentahbisan itu
berlangsung dua belas tahap, yaitu:
1. Musa
menyuruh dan anak-anaknya mendekat (Im. 8:6).
2. Musa
membasuh mereka dengan air (Im. 8:6).
3. Musa
mengenakan pakaian khusus kepada Harun dan anak-anak tidak terlibat dalam hal
ini karena mereka masih menjabat sebagai imam biasa. Dan besar kemungkinan
kalau pakian khusus itu juga seperti tutup data, serbam atau patam emas dipakai
raja-raja pada zaman sebelum pembinasaan kota Yerusalem dalam tahun 587, dan
sesudah Israel kembali dari pembuangan di Babel. Mulailah imam besar memakai
pakaian itu karena ia mengambil alih beberapa tugas serta fungsi raja dan
sebagian dari status raja itu. Namun secara ringkas pakaian Harun itu
menekankan kekudusan, kuasa serta kewibawaannya. Dia mengadakan peradilan, dan
berhubungan dengan Tuhan sebagai yang melayani Dia.
4. Musa
mengurapi dan mnguduskan Kemah Suci serta segala yang ada di dalamnya (Im.
8:10-11).
5. Musa
mengurapi Harun dengan menuangkan sedikit minyak urapan ke atas kepalanya.
6. Musa
mengenakan pakaian khusus kepada anak-anak Harun. Pakian yang diperuntukkan
kepada anak-anak Harun lebih sederhana da nada minyak pun tidak dituangkan ke
atas kepala mereka. Sebab itu ada perbedaan besar antara penahbisan Harun
dengan anak-anaknya.
7. Musa
mempersembahkan seekor lembu jantan sebagai korban penghapus dosa atas nama
Harun dan anak-anaknya (Im. 8:14-17) supaya mereka tahir dosa. Dalam
menyembelih lembu itu Musa berbuat sama seperti yang dilakukan oleh raja Israel
zaman sebelum 587 bnd. II Sam. 6:13.
8. Musa
mempersembahkan seekor domba jantan sebagai korban bakaran atas nama Harun dan
anak-anaknya. Dengan demikian maka penahbisan itu menyenangkan bagi Tuhan.
9. Musa
mempersembahkan domba jantan yang lain, yaitu domba persembahan penahbisan,
atas nama Harun dan anak-anaknya. Ini dilakukan sebagai ucapan skur dan
menguatkan pendamaian dan hubungan antara Tuhan, Harun dan anak-anaknya.
10. Musa
memercik sedikit minyak urapan dan darah dari korban kepada Harun dan
anak-anaknya, terutama pada pakaian mereka.
11. Harun
dan anak-anaknya makan daging dan roti yang masih ada dari korban-korban dan
mereka memakannya harus di depan pintu Kemah Pertemuan, karena mereka masih
dalam posisi antara kaum awam dan imam. Dan jika mereka tidak makan semua pada
hari itu, makanya sisanya harus dibakar habis.
12. Akhirnya Harun dan anak-anaknya harus tinggal di depan pintu Kemah Pertemuan itu selama tujuh hari, ini dilakukan agar ketidakmurnian lenyap dan pengaruh jahat diatasi. Dan jika ini tidak dituruti maka imam yang harus ditahbiskan itu akan menderita secara hebat.
2.3 Jabatan dan Pakaian Imam
Kata
Kohen ini juga dalam agama Israel
dipakai sebagai jabatan resmi yaitu sebagai seorang yang melayani Allah,
sehingga imam berhubungan erat dengan ibadat kepada Allah dalam melaksanakan
peradilan dan mengajar rakyat.
Setelah
imam selesai ditahbiskan maka pada hari yang kedelapan (hari pertama setelah
genap tujuh hari perayaan penahbisan) maka para imam itu menerima jabatannya.
Adapun jabatan yang ia terima adalah mengambil bagian dalam persembahan
korban-korban yaitu berupa korban penghapus dosa yang diambil adalah seekor
lembu muda (usia lembu itu tidak ditentukan persis) dan seekor kambing jantan
namun yang dipersembahkan adalah lembu jantan bukan kambing, korban bakaran
yang diambil adalah seekor domba jantan. Dan kini para imam itu menerima
jabatan dan mempunyai tugas untuk mengolah korban penghapus dosa dan korban
bakaran.
Para
imam semuanya dikepali oleh Imam Besar. Jabatan Imam Besar ini turun-temurun,
pindah dari bapa kepada anaknya yang sulung. Harun digantikan oleh anaknya,
yakni Eleazar, kemudian oleh anak Eliazar, Pinehas, yang mendapat janji di
Sitim (Bil. 25), bahwa keturunannya selalu diserahkan jabatan Imam Besar.
Berhubungan
dengan jabatan tinggi yang dipercayakan kepadanya, maka bagi mereka ditentukan
syarat-syarat istimewa (Im. 21:10-15). Ia tidak boleh kena mayat, sekalipun
jenazah orang tuanya; ia tidak boleh berkabung dan hanya boleh kawin dengan
anak perawan. Daerah Bait Suci tidak boleh ditinggalkan (Im. 21:12).
Pakaian
jabatan Imam Besar jauh lebih indah dari pada pakain Imam-Imam lain. Jika ia
memakai pakaian Imam biasa, maka sebagai perbedaan dari imam-imam lainnya ia
selalu memakai serban. Dari luar pakain imam biasa itu dikenakannya lagi
pakaian jabatannya ialah: baju jubbah tenunan yang warnanya biru laut atau baju
luat yang tidak bertangan yang panjangnya sampai ke lutut.
Juga
serban Imam Besar berbeda dari serban imam biasa. Di sebelah depan serban itu
dikenakan patam emas yang diikatkan pada serban itu dengan tali ungu tua
berukiran: “Kudus bagi Tuhan”. Pada hari Pendamaian Besar, jika Imam Besar
mempersembahkan korban untuk penebus dosa para Imam dan rakyat, haruslah Imam
Besar berpakain putih (Lih. Kel 28, 39). Ia diurapi waktu dilantik,
pelantikannya sama dengan pelantikan imam-imam lainnya.
Imam
Besar bertindak selaku wakil Allah terhadap orang banyak dan selaku wakil rakyat
Allah. Ia diserahi untuk memimpin kebaktian di dalam Bait Suci dan diharuskan
mempersembahkan korban-korban khusus, umpamanya korban-korban pada hari
Pendamaian Besar.
2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Imam
Para
Imam bertugas sebagai pemimpin ibadat. Tugas mereka mencakup mempersembahkan
korban kepada (Im. 9), mengajarkan hukum Taurat (Ul. 33:10; Yer. 18:18),
mengucapkan berkat (Bil. 6:22-27), dan menanyakan kehendak Allah (Ul. 33:8,
bnd. I Sam. 14:14). Singkatnya, dapat dikatakan bahwa Imam berfungsi sebagai
perantara, yang menyampaikan firman dan berkat kepada umat-Nya dan memanjatkan
doa serta permohonan kepada Allah.
Tugas
imam juga adalah menjadi perantara antara Allah dan umat-Nya. Mereka
mempersembahkan korban kepada Allah, berdoa untuk rakyat (doa syafaat) dan
memberkati rakyat atas nama Allah dengan memakai perkataan-perkataan seperti
yang terdapat dalam Bilangan 6:24-26, “TUHAN memberkati engkau dan melindungi
engkau; TUHAN menghadapakan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai
sejahtera”. Hanya Imam yang diperbolehkan masuk ke Ruang Kudus untuk
mempersembahkan korban dan menyalakan Kandil. Pada hari mereka meniup serunai
perak. Mereka harus memberi pertimbangan, apakah dapat dianggap bersih seseorang
yang tadinya dianggap najis; dalam perkara-perkara kecemburuan mereka meminta
keputusan Allah. Dalam perkara-perkara sulit mereka memberi nasehat, oleh
karena mereka mahir dalam hukum Allah.
Imam
diwajibkan menjaga agar api tetap menyala di atas mezbah (Im. 1:7; 6:12-13).
Ketika pembawa persembahan menyembelih hewan, Imam menampung darahnya dalam
wadah, memercik sebagian ke sekeliling mezbah dan menempat selebihnya di bawah
mezbah (Im. 1:5). Upacara korban penghapus dosa sedikit lebih rumit (bnd. Im 4:4-7).
Bagian yang harus dibakar setelah dicuci, diletak di atas mezbah. Untuk korban
bakaran seluruh hewan (kecuali kulitnya) harus dibakar; tetapi untuk
korban-korban lainnya, sebagian korban itu menjadi bagian korban dan boleh
dimakan olehnya. Dalam hal korban penghapus dosa, baik yang dipersembahkan Imam
untuk dosanya sendiri maupun untuk seluruh jemaat, Imam tidak boleh mengambil
bagiannya keluar perkemahan dan membakarnya. Sedangkan korban keselamatan tidak
menyangkut dosa pembawa persembahan sehingga pembawa persembahan maupun Imam
mengambil bagiannya. Tanggung jawab Imam untuk mengajar umat dan hukuman atas
mereka bila mereka gagal melaksanakan tugas iu. Imam juga bertanggung jawab
atas segala acara dan upacara persembahan di Bait atau tempat suci. Ia hidup
dari sebagian persembahan yang dipersembahkan oleh umat. Namun demikian korban
dan mempersembahkan korban bukanlah urusannya yang utama. Bahkan pada zaman
dahulu setiap kepala keluarga dapat mempersembahkan korban mereka langsung
kepada Allah.
Dan
juga secara garis besarnya, imam memiliki tugas antra lain:
- Imam
adalah guru atau pengajar yang bertanggung jawab mengajar masyarakatnya dengan
pengajaran yang kudus dan tidak kudus (Im. 10:10; Ul. 33:10; II Taw. 35:3; Yes.
22:26; Hag. 2:11-13).
- Penafsir
batasan-batasan kultus dalam waktu, ruang dan status dari kompleks ritual
menurut tuntutan Allah (Im. 18:3; 24-28; 20:22-25).
- Pemelihara
kekudusan tempat-tempat suci yang melambangkan tempat tinggal TUHAN bagi Israel
dan yang menguduskan pribadi-pribadi yang telah dinyatakan najis selama tujuh
hari (Im. 4:1-6:7; 16:1-19; Im. 12:15; 13-15). Juru bicara umat bagi Allah pada
waktu mereka memproklamirkan berkat atas umat dan mengumumkan tentang kehendak
Allah terhadap suatu keputusan (Bil. 6:22-27; Bil. 27:21; I Sam. 14:41: Ezr.
2:59-63).
- Mengadili
(Ul. 17:8-13; Bil. 5:11-13).
- Partisipan
dalam perang (Bil. 3:31; Ul. 31:9; Bil. 10:1-9).
- Penjaga atau umat atau objek-objek yang umum yang dianggap tidak khusus diharapkan untuk tidak mendekat kepada yang lebih kudus (Bil. 3:10; Bil. 18;1-7).
2.5 Jenis-jenis Imam
Imam
memiliki jenis-jenisnya, yaitu di antaranya adalah:
- Imam
besar (Imam Agung)
Imam
besar (Imam Agung) adalah keturunan Harun dan keturunannya, dan kemudian Zadok
(I Raj. 2) memegang jabatan utama dalam kebaktian korban di Israel. Imam besar
dan diurapi memiliki otoritas atas pejabat-pejabat biasa. Kepadanya dikenakan
baju Efod, yang di dalamnya serangkaian batu menyatakan nama-nama kedua belas
suku Israel, dan di kepalanya dikenakan semacam sorban atau topi tinggi (Kel.
28:36-37). Dan hanya imam besar sajalah yang diurapi dengan minyak, bukan
imam-imam lain (Im. 8:12; bnd. Im. 4:3). Orang yang mengurapi imam besar (Imam
besar yang dimaksudkan adalah Harun dan anak-anaknya) itu adalah Musa dan
mereka diurapi dengan minyak urapan yang dipersiapkan secara khusus dari
rempah-rempah pilihan yaitu dua bagian mur tetesan, dua bagian kayu teja, dan satu
bagian masing-masing kayu manis yang harum dan tebu yang baik. Lalu ditambah
lagi dengan minyak zaitun. Minyak urapan itu sangat mahal dan tidak bisa
dipakai untuk tujuan sehari-hari yang biasa, dan imam besar itu diurapi di
kepala karena kepala di anggap adalah bagian terpenting dari tubuh dan
melambangkan seluruh orang itu. Dan para imam ini juga dibasuh dengan air
karena pembasuhan merupakan lambang tentang kemurniaan.
- Imam
Kepala
Imam
kepala yaitu para anggota kepala keluarga tertentu yang merupakan golongan
terutama dalam mahkama Agama. Dari antara mereka dapat ditunjuk Imam Agung.
KESIMPULAN
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa imam besar dari bahasa Ibrani yaitu Kohen yang bertugas sebagai perantara
antara Allah dan umat-Nya. Mereka mempersembahkan korban kepada Allah, berdoa
untuk rakyat (doa syafaat) dan memberkati rakyat atas nama Allah. Dan Imam juga
diwajibkan menjaga agar api tetap menyala di atas mezbah (Im. 1:7; 6:12-13).
Ketika pembawa persembahan menyembelih hewan, imam menampung darahnya dalam
wadah, memercik sebagian ke sekeliling mezbah dan menempat selebihnyadi bawah
mezbah (Im. 1:5).
Yang
dapat menjadi refleksi bagi saya dari penjelasan diatas, yaitu bahwa imam
merupakan seorang wakil manusia tentang urusan-urusan megenai Allah. Jadi di
mana imam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan peribadahan
karena imam yang mengurusi segala keperluan tentang ibadah. Jadi bila saya hubungkan
dengan konteks saat ini, dimana saya melihat begitu banyak imam-imam. Namun
mereka semuanya bukanlah sibuk mengurus keperluan tentang peribadahan kepada
Tuhan tetapi lebih cenderung mengurusi kebutuhan pribadi dan diri sendiri
sehingga imam-imam yang ada pada konteks Perjanjian Lama tersebut sudah
mengalami suatu pergeseran makna. Kita bisa banyak melihat imam-imam yang sudah
tidak lagi bertugas sebagaimana tugas aslinya karena sudah terlalu bayak
mencampuri urusan-urusan ataupun hal-hal duniawi.
Ada
pertanyaan yang sangat menyentuh kita sebagai calon-calon imam untuk Tuhan, di
mana apakah kita berani memberikan kehidupan dan seluruh pelayanan kita kepada
Tuhan tanpa takut hal-hal yang duniawi? Dan apakah kita berani menyuarakan
suatu suara kebenaran di tengah-tengah keburukan duniawi yang sedang terjadi
saat ini, meskipun kita bakal dijauhi dan bahkan dihina dengan perbuatan kita
tersebut? Itu merupakan suatu perenungan bagi kita untuk kembali menegakkan
arti dan makna dari imam. Yang mana imam yang sebenarnya ialah yang menyerahkan
kehidupan dan pelayanannya secara menyeluruh kepada Tuhan tanpa mengkhawatirkan
hal-hal duniawi yang bakal terjadi menimpa kita. Dan jika kita lihat pendeta
Kristen saat ini maka mereka ditahbiskan dalam upacara yang sangat berbeda
dengan penahbisan imam. Namun pendeta, sama seperti imam-imam di Israel dahulu,
ditetapkan sebagai pemimpin rohani dalam masyarakat atau anggota jemaat.
Di
Israel kuno korban-korban penghapusan dosa harus dipersembahkan untuk
imam-imam, dengan demikian diakui bahwa kedudukan mereka tidak mencegah mereka
berbuat hal-hal yang jahat, bahkan kedudukan itu sering membawa mereka ke dalam
pencobaan-pencobaan yang khusus. Dan kasus pendeta sekarang juga sama karena
mereka juga tidak terlepas dari kesalahan dan dosa karena itu kita sebagai
calon-calon pendeta harus tetap meminta pengampunan kepada Tuhan dan berusaha
untuk mengetahui kehendaknya dan melayani gereja dengan semangat dan rendah
hati.
Yesus
sang Imam Agung yang baru telah datang untuk memberikan suatu pembaharuan dalam
kehidupan kita, dan kedatangan-Nya telah meruntuhkan semua penghalang antara
manusia dengan Allah. Maka sungguh patutlah kita bersyukur atas segala kebaikan
Sang Imam Agung yang telah membawa kita kepada sutu kehidupan baru yang penuh
sukacita, kehidupan baru yang dipenuhi oleh kasih Allah. Kita bersyukur karena
kita adalah orang-orang-orang yang dikasihi-Nya, dan untuk itulah kita juga mau
ikut ambil bagian dalam karya imamat Kristus.
0 Comments