Identitas
Buku
Judul
Buku :
Memahami Perjanjian Lama III
Penulis
Buku :
Jhon Drane
Tahun
Terbit : 2003
Tempat
Terbit : Jakarta
Penerbit : Yayasan
Persekutuan Pembaca Alkitab
Jumlah
Halaman : 134 Halaman
BAGIAN I
Siapakah
Allah
Banyak pertanyaan mengenai siapakah
Allah dari zaman orang-orang, bahkan para filsuf dan teolog telah mencari
jawabannya. Bagi sebagian orang, Allah adalah semacam ‘kekuatan’ yang tidak
kelihatan yang membuat segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya. Beberapa
orang bahkan memikirkan Allah dalam pengertian ‘hukum alam’. Ada juga yang
menghubungkan Allah dengan berbagai benda dari dunia alam, seperti matahari
atau bulan, pepohonan atau bebatuan.
Dalam Perjanjian Lama menjawab
pertanyaan itu dengan cara yang yang berbeda sama sekali. Jawaban yang jelas
dan langsung. Alkitab tidak memperdebatkan keberadaan Allah, tetapi dengan
langsung menerimanya sebagai fakta. PL memberikan banyak pertanyaan mendalam
tentang realitas Allah dan tindakan-Nya. PL memuat paling sedikit satu buku
yang tidak menyebut nama-Nya (kitab Ester) dan satu lagi yang dengan serius
mempertanyakan kepedulian-Nya kepada dunia dan penduduknya (kitab Pengkotbah).
Pertanyaan-petanyaan yang nyata tentang Allah dalam PL bervariasi dari satu
kitab ke kitab lain. Saya sudah detail mencari dan membaca akan kepercayaan Pl
tentang Allah, keseluruhan gambarnya konsisten dan jelas di dalam kerangka
utamanya. Allah yang dibicarakan adalah Allah yang mahakuasa, yang
kepeduliaan-Nya bukan hanya pada dunia yang diciptakan saja, tetapi juga kepada
peristiwa-peristiwa sejarah dan kepada hidup pribadi-pribadi.
Adapun hal-hal yang secara khusus
membedakan kepercayaan Pl tentang Allah dari pandangan-pandangan lain yang
lazim di dunia Israel purba adalah sebagai berikut.
Allah tidak kelihatan
Bangsa-bangsa
yang berelasi dengan bangsa Israel menggambarkan para dewa dan dewinya dalam
bentuk berhala. Mereka sering menggambarkannya sebagai binatang. Agama pribumi
tanah Kanaan, yang begitu menarik bagi Israel, secara umum menggambarkan dewa
Baalnya dalam bentuk lembu muda yang adalah lambang kehidupan dan kekuatan
seksual. Orang Mesir juga menggunakan lambang ini dan lambang lain untuk
mewakili dewa-dewi mereka. Sejak itu, Israel berada di bawah tekanan yang
konstan untuk melakukan hal yang sama.
Sejak Musa menerima Taurat di atas Gunung Sinai, umatnya ada di bawah membakar perhiasan emas untuk membuat anak lembu yang biasa mereka sembah (bdg. Kel. 32:1-35; Ul. 9:7-21). Penyembahan berhala menjadi problem yang sangat mendesak setelah kerajaan Daud dan Salomo yang tadinya di banggakan itu terpecah dua menjadi kerajaan Israel dan Yehuda. Begitu dengan Raja Yerobeam dari Israel memberi dukungan agamawi untuk sikap politiknya dengan medirikan lembu-lembu jantan dari emas di tempat-tempat suci Betel dan Dan (bdg. 1Raj. 12:28-33). Yerobeam sendiri memiliki alasan yang bagus untuk melakukannya. Sebagian rakyatnya bukan orang Israel, tetapi ada juga orang Kanaan. Adapun alasan yang lebih baik supaya mereka mendukungnya selain mendirikan berhala yang mewakili dewa favorit mereka yaitu Baal. Menciptakan atau membuat patung jenis apapun yang dapat disembah sebagai allah adalah suatu kesalahan besar. Kepercayaan bahwa Allah tidak kelihatan tertanam dalam diri setiap penulis PL. berhala dilarang dalam hukum taurat yang kedua dari sepuluh perintah Allah (bdg. Kel. 20:4-5; Ul. 5:8-9). Didalam kitab Yesaya memuat salah satu kecaman yang paling canggih terhadap penyembahan berhala ketimbang yang ada dalam karya sastra manapun.
Allah bukan kekuatan alam
Kebanyakan agama
Timur dekat kuno merupakan alat untuk menjelaskan dan mengontrol dunia alam
yang mempengaruhi kehidupan manusia. Di Mesir, banjir tahunan dari Sungai Nil
sangat penting untuk kesejahteraan rakyatnya. Di tempat lain di daerah Bulan
Sabit Subur, kesuburan lading-ladang dan kemakmuran ternak tergantung pada
turunnya hujan pada saat yang tetap tiap tahun. Ini yang terjadi di Kanaan,
tempat umat Israel menetap setelah lepas secara dramatis dari perbudakan Mesir.
Umat Israel sering tergoda untuk menyembah Baal daripada menyembah Allah mereka
sendiri. Untuk hal ini lah PL mengecam mereka sepenuhnya. Dengan menyembah
Baal, mereka berarti secara mendasar salah mengerti karakter Allah. Allah
berada di atas alam, bukan bagian dari alam. Walaupun pada kesempatan tertentu
Allah dapat digambarkan dengan memakai gambaran yang didapatkan dari gejala
alam seperti terang atau api, Ia tidak pernah dapat diidentifikasikan dengan
kekuatan-kekuatan dunia alam. (Kel. 19:18; Ul. 4:32, 36).
BAGIAN II
Seperti
Apakah Allah
Dari satu sisi,
keseluruhan Kitab Perjanjian Lama adalah jawaban bagi pertanyaan ini. Ketika
saya membaca kitab-kitabnya saya, bahkan kita dapat melihat bagaimana
kitab-kitab itu menggambarkan cara Allah yang berbeda-beda ketika Ia menyatakan
diri kepada umat-Nya. Pada permulaan kitab Kejadian kita memiliki sederetan
kisah purba yang menceritakan bagaimana Allah berelasi dengan dunia ciptaan.
Kemudian sebagai tambahan kepada penyataan Allah melalui dan sejarah, PL
berisikan banyak kitab yang menunjukkan bagaimana Allah berelasi dengan situasi
kehidupan sehari-hari yang lebih biasa, baik kehidupan dalam masyarakat ataupun
pengalaman rohani pribadi.
Bergumul dengan Allah yang tersembunyi
Ketersembuyiaan
Allah adalah tema utama dari salah satu mahakarya Pl, kitab Ayub. Kitab ini
sendiri dimulai dengan suatu deskripsi yang sederhana tentang kehidupan
pahlawannya. Ia adalah seorang yang berhasil dalam segala hal, dikelilingi
bukan hanya kemakmuran materi, tetapi juga keluarga yang menyayangi. Ia juga
sangat saleh dan religius. Pola hidup dan pandangan hidupnya menampilkannya
sebagai kebajikan. Akan tetapi kemudian, terjadi perubahan. Allah, yang disini
digambar sebagai Pemimpin sidang Ilahi, menerima permintaan resmi dari pendakwa
(setan) yang menyarankan bahwa Ayub menjadi orang benar hanya karena ia
menemukan bahwa hal itu menguntungkannya. Jadi, si pendakwa diijinkan mencobai
dia untuk memastikan nilai imannya.
Kitab PL lainnya yang membahas
persoalan serupa ialah kitab Pengkotbah. Namun, jawabannya sangat berbeda.
Sesungguhnya Pengkotbah begitu menekankan ketidakhadiran Allah di dalam dunia
ini sehingga para rabi Yahudi enggan menerima kitab ini sebagai bagian dari
Alkitab. Sama seperti Ayub, kitab ini tidak menyebutkan peristiwa sejarah
Israel yang agung di mana tangan Allah begitu jelas sudah terlihat. Pengkotbah
tidak benar-benar menolak keberadaan Allah, sebab segala sesuatu yang baik
dalam hidup ini datang dari Dia. Kelihatannya sikap sedemikian terhadap Allah
merupaka sikap yang sangat negatife. Namun, sikap demikian lebih setia kepada
pengalaman manusia dari pada teologi para teman Ayub yang muluk dan tidak
memuaskan. Faktanya adalah bahwa kehidupan manusia tidak bisa disederhanakan
dalam bentuk rumus-rumus. Demikian juga dengan iman kepada Allah.
BAGIAN III
Bagaimanakah
Allah Dikenal?
Akhirnya kita
harus melihat secara tepat untuk mempertimbangkan beberapa asumsi di balik
pandangan PL tentang Allah dan hubungan-Nya dengan umat-Nya. Dua tema yang
penting ialah:
Anugerah Allah
Tidak asing lagi
kita dengar pada dunia jaman purba dewa-dewa digambarkan hampir seakan-akan
mereka adalah ras manusia super. Pada suatu sisi memang hampir tak terelakkan
waktu manusia membicarakan Allah, mereka harus menggunakan analogi
manusia. Demikian juga di kitab PL. PL
menerangkan Allah dengan gaya bahasa yang sangat berani, menegaskan bahwa Ia
memiliki tangan dan mata, bahwa Ia berteriak dan tertawa, dan memiliki emosi
yang dapat dibandingkan dengan perasaan manusia. Kalau Allah memperkenalkan
diri sendiri di dalam kehidupan manusia, itu adalah inisiatifnya sendiri.
Allah ingin mengikat diri sendiri
pada seluruh umat manusia, dan untuk mencapai tujuan itu, Ia memanggil Abraham
( Kej. 12:1-3). Dalam melakukan hal itu, ia bertindak bebas, dan motif
satu-satunya adalah untuk membagikan kasih-Nya dengan orang-orang yang tinggal
di dunia-Nya. Kisah Keluaran sendiri terjadi karena Allah melihat kondisi
mereka dan Ia menaruh belas kasihan kepada mereka, bukan karena suku-suku yang
diperbudak itu sendiri memintanya.
Firman Allah
Bagaimanakah
Allah berkomunikasi dengan umatnya? Jawaban sederhana adalah: melalui
tindakan-Nya yang besar. Ada banyak kebenaran di dalam jawaban ini, dan PL
sering mengklaim bahwa Allah telah menyatakan diri kepada umat-Nya melalui
tindakan-tindakan-Nya yang besar di dalam sejarah dan pengalaman pribadi. Sulit
bagi kita saat ini untuk menangkap semua ini, dan lebih sulit lagi untuk
mengertinya. Akan tetapi, hal itu merupakan bagian penting dari gambaran Pl
tentang Allah. PL tidak pernah mengklaim untuk mampu menyelami seluruh
kedalaman kepribadian Allah, dan ada banyak aspek dari karya-Nya yang tidak
akan pernah sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi keyakinan ini mengalir pada
seluruh tulisan: Allah yang hidup bukanlah keberadaan yang statis, asing dan
tidak relevan bagi kehidupan manusia biasa. Ia adalah Allah yang bertindak, dan
Allah yang berbicara agar manusia dapat memiliki hubungan yang penuh dan
bermakna dengan-Nya dan dengan satu sama lain.
Pemikiran
Tentang Dunia
Pandangan Calvin
sangat jelas mengatakan bahwa Perjanjian Lama tidak pernah dimaksudkan sebagai
buku sains, dan membaca Perjanjian Lama seperti itu akan mengacaukan dan
mendistorsikan berita utamanya. Menurut Calvin para penulis Perjanjian Lama
hanya menerima begitu saja pandangan semesta yang berlaku umum pada masa itu.
Para penulis Perjanjian Lama tidak pernah membicarakan apakah hal ini secara
ilmiah benar atau tidak. Hal itu tidak, perlu bagi mereka karena bukan itu
tujuan mereka menulis. Baik di buku ini maupun di tempat lain dalam Perjanjian
Lama, beritanya adalah mengenai Allah. Pembaca yang sambil lalu dapat melihat
bahwa bahkan di dalam kitab-kitab sejarah Perjanjian Lama penekanannya adalah
adalah penjelasan teologis. Perjanjian Lama juga tidak selalu menggunakan
peristiwa-peristiwa sejarah untuk menyampaikan berita utamanya.
BAGIAN IV
Kisah
Penciptaan
Sering
dibandingkan dengan dongeng Akadia kuno disebut Enuma Elisy. Dongeng ini
dibacakan di Kuil Babel pada perayaan tahunan Tahun Baru, dan merupakan
nyanyian pujian bagi dewa Maduk. Dongeng ini menceritakan bagaimana pada
permulaan tidak ada apa pun kecuali air yang gelap dari kekacauan purba, yang
dipersonifikasi sebagai Apsu dan Tiamat. Kemudian mereka menghasilkan sejumlah
dewa lainnya yang mewakili berbagai unsur di dalam alam semesta ini. Rasanya
tidak masuk akal bahwa ada hubungan langsugn antara kisah ini dengan
penceritaan PL, walaupun ada beberapa persamaan di permukaan. Pada keduanya,
terang muncul dari lautan yang ganas, kemudian disusul oleh langit, tanah
kering, matahari, bulan dan bintang-bintang. Paling akhir adalah manusia.
Setelah pristiwa di atas, si pencipta/banyak sekali perbedaannya. Akan tetapi
bahkan dalam hal-hal yang paling mirip pun, kisah Kejadian secara sengaja
melindas asumsi-asumsi dari kisah Versi Babel.
Penciptaan terjadi satu kali untuk
selama-lamanya. Hari-hari penciptaan yang telah berlalu tidak dapat diulang
kembali. Namun, kepercayaan seperti itu secara khusus diguncangkan melalui
keterangan bahwa benda-benda langit itu tidak lebih dari pada benda terang
(Kej. 1:14-19). Benda-benda itu tentu saja bukan dewa. Dalam banyak kisah
purba, mereka sekedar diciptakan untuk melayani para dewa, sehingga mereka
tidak perlu mengumpulkan makanan mereka sendiri. Namun, di dalam PL pria dan
wanita bukan hanya mendapatkan posisi utama dalam rencana Allah, mereka adalah
puncak dari ciptaan. Mereka bukan diciptakan untuk kepentingan egois Allah,
bahkan benda-benda lain disediakan untuk mereka. Makan tumbuhan dan biji-bijian
merupakan makanan mereka (Kej. 1:29). Seperti bagian lainnya dari PL, masa
depan manusia ada di tangan Allah yang mengasihi dan berkuasa, dan bukan
dikendalikan baik oleh alam maupun takhayul.
Kisah Air Bah
Kej. 6:9-9:17)
secara esensial memperlihatkan karakteristik yang sama. Baik sastra Mesir
maupun Ugarit tidak memiliki kisah mengenai banjir besar, tetapi beberapa kisah
seperti itu telah ditemukan di Babel. Kisah yang paling lengkap yang dikenal
ada dalam bentuk puisi, yaitu EpikGilgamesy. Puisi ini menceritakan bagaimana
Gilgamesy, raja Uruk (Erekh menurut Kejadian 10:10) hancur hatinya oleh
kematian temannya, Enkidu. Ia menyadari bahwa ia pun akan segera mati dan
memutuskan unuk mencari rahasia hidup kekal. Ia mencari nenek moyangnya sendiri,
Ut-napisytim, yang telah mendapatkan kekekalan, dan menanyakan rahasia tersebut
kepadanya pertama-tama ia harus mencari sebuah taman di dasar lautan yang akan
mengembalikan masa mudanya. Namun sampai di sini, Ut-napisytim menceritakan
kepada Gilgamesy bagaimana ia telah lolos dari banjir besar.
Sekali lagi, tidak ada bukti yang
meyakinkan untuk mempercayai bahwa kisah
Kejadian bergantung kepada kisah Babel. Akan tetapi, ada beberapa kemiripan
yang memungkinkan bahwa keduanya bergantung kepada ide-ide yang sama. Tiap kali
kedua kisah itu berbeda, itu karena kisah Pl berdasarkan pengertian akan
hakikat Allah yang berbeda. Dalam kisah Gilgamesy, tidak diberikan alasan
adanya air bah itu, walaupun dalam sebuh sumber Akadia (EpikAtrahasis), para
dewa memutuskan untuk memusnahkan manusia karena mereka terlalu berisik! Akan
tetapi, dalam Kejadian, Allah mengirim banjir sebagai hukuman atas
ketidaktaatan manusia. Di seluruh kisah itu tema yang berulang adalah bahwa
hanya ada satu Allah.
BAGIAN V
Pria,
Wanita dan Allah
Apakah manusia
sehingga Engkau Mengingatnya? Apakah anak manusia sehingga Engkau
mengindahkannya? (Mzm. 8:5). Ketika orang-orang membandingkan keberadaan mereka
yang kecil dengan kebesaran dunia di sekeliling mereka, pertanyaan ini sering
menyimpulkan masalah dasar keberadaan manusia. Mengapa kita ada disini?
Beberapa bagian PL menekankan ketidakpentingan manusia, menganggap hidup
seperti “angin baying-bayang yang lewat” (Mzm. 144:4), atau “seperti rumput,
seperti bunga dipadang demikianlah ia berbunga; apanila angina melintasinya,
maka tidak ada lagi ia” (Mzm. 103:15-16). Bagian-bagian lain merefleksikan
suasana yang lebih positif, menyatakan bahwa manusia hanya sedikit lebih rendah
dari Allah sendiri”.
Inti dari kisah penciptaan dalam
kitab Kejadian ditemukan dalam pernyataan sederhana bahwa “Allah menciptakan
manusia dan menjadikannya seperti diri-Nya sendiri” atau dalam terjemahan lain
“Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya” (Kej. 1:27). Kalau kita
mengingat bahwa PL secara jelas melarang membuat gambar Allah, maka mungkin ini
akan dirasakan sebagai pernyataan yang diluar dugaan. Akan tetapi, pada pasal
sebelumnya kita melihat bahwa perlambangan di PL selalu spesifik dan positi dan
tidak percah bersifat abstrak dan filosofis. Inilah tepatnya penekanan yang
dimaksudkan disini. Ketika Allah menciptakan pria dan wanita “untuk menjadi
seperti diri-Nya sendiri,” Ia tidak dimaksudkan mereka kelihatan menjadi mirip
Dia, atau dibuat dari bahan yang sama. Ia menginginkan mereka menjadi semacam
perpanjangan kepribadian-Nya, suatu bagian dasar dari kegiatan-Nya sendiri di
dunia ini. Mereka adalah wakil-wakil-Nya.
Dalam relasi dengan bumi
Allah memberikan
manusia dan memerintahkan, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi
dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di
udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej. 1:28). Pernyataan
ini sering disalah mengerti, terutama oleh orang Kristen modern yang
menganggapnya sebagai izin untuk mengeksploitasi dunia dengan cara apapun untuk
kepentingan mereka. Terjemahan Alkitab yang lebih tua mungkin telah mendorong
hal tersebut, karena menerjemahkan petunjuk Allah dengan istilah ‘menaklukkan’
bumi dan ‘berukuasa atas’ makhluk-mahkluknya. Inti keseluruhan kisah ini adalah
bahwa Allah menciptakan dunia keteraturan dan keseimbangan dari keadaan kacau.
Manusia dipanggil untuk mempertahankan dan melestarikan dunia ini sebagaimana
maksud Allah. Allah tidak memutar dunia ini seperti mainan mekanis. Ia terus
terlibat secara aktif di dalam segala kegiatannya, mengubah malam jadi siang.
Ia mengendalikan benda-benda langit, sungai-sungai, memberi kehidupan kepada
tanaman dan binatang. Setiap manusia yang menggangu kehidupan alam bertentangan
dengan kehendak Allah.
Allah menginginkan adanya sikap
saling hormat dan melayani di antara umat manusia dengan dunia yang mereka
tinggali. Hal ini secara mencolok ditekankan ketika kitab Kejadian
menggambarkan Allah sebagai penjunan yang membentuk manusia dari tanah (Kej.
2:7). Manusia tidak di atas alam: mereka adalah bagian darinya, dan bertanggung
jawab kepada Allah dengan cara memelihara dunia mereka dan makhluk-makhluk yang
diam berssama mereka. “Manusia tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi pemimpin
yang sombong yang menguasai dan memperbudak wilayah tertentu ia adalah manusia
(human), diambil dari tanah (humus), dan karenanya ia harus bertindak dengan
rendah hati (humility).”
Dalam relasi dengan Allah
Manusia adalah
khusus karena Allah dapat dan memang berbicara kepada mereka. Walaupun mereka
adalah bagian yang penting dari dunia yang mereka diami, hal itu bukanlah
satu-satunya dimensi di mana kehidupan mendapatkan artinya. Sesungguhnya,
pandangan materialis yang mencoba mengerti keberadaan manusia dengan hanya
menganalisis dunia indera dan akal budi adalah, di dalam pemahaman alkitabiah,
sia-sia. Diciptakan menurut ‘gambar Allah’ berarti manusia tidak lengkap tanpa
Allah. Mereka dimaksudkan untuk bersekutu dengan Dia, dan hal inilah yang
memberikan arti dan arah hidup. Komunikasi dengan Allah sangat penting bagi
kepuasaan manusia.
Salah satu hal yang sangat mencolok
dari kisah-kisah awal kitab Kejadian adalah cara Allah datang dan berbicara
dengan manusia. Ia tiba sore hari untuk berdiskusi dengan Adam dan Hawa
mengenai hal-hal yang terjadi itu (Kej. 3:8). Pernyataan itu merupakan suatu
penegasan yang menggugah hati kepada fakta bahwa komunikasi antara Allah dan
manusia itu dimaksudkan sebagai sesuatu yang indah dan pribadi bukan resmi dan
kaku.
Dalam relasi dengan sesama manusia
Ada pelajaran
penting di sini mengenai hubungan manusia dengan dunia dan Allah. Akan tetapi,
beberapa hal yang paling mencolok dari kisah-kisah ini memberi perhatian kepada
hubungan antara umat manusia dalam berbagai tingkatan.
Dalam relasi sosial, fakta bahwa
semua manusia diciptakan “menurut gambar Allah” menyiratkan bahwa semua manusia
sederajat dalam hal nilai dan kepentingannya. Alkitab menyelesaikan maslaah ras
dengan menyatakan bahwa kita semua adalah satu ras! Israel sering sulit untuk
menangkapnya. Akan tetapi, para nabi dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada
ras yang lebih baik dari ras lain, dan tidak ada kelompok dalam masyarakat yang
lebih penting dari yang lainnya.bagi Allah, semua manusia, pria dan wanita,
adalah sederajat.
Dalam relasi seksual, PL menganut
pandangan realistis. Tidak ada tanda-tanda akan sikap aketisme yang sempit yang
telah sering menandai pandangan Kristen terhadap seks. Pandangan yang
menyatakan bahwa pengetahuan seksual baru muncul di dalam konteks hubungan yang
rusak setelah kejatuhan jelas adalah hal yang bertolak belakang dengan
kesaksian kitab Kejadian. Seksualitas manusia adalah bagian penting dari
rancangan Allah bagi umat-Nya. Patut dicatat bahwa prokreasi bukanlah
satu-satunya alasan adanya seksualitas. Tekanan yang besar diberikan kepada
fakta bahwa pasangan seksual adalah “pasangan yang sepadang” (Kej. 2:18). Seks
adalah bagian dari anugerah Allah untuk manusia. Akan tetapi, seks juga
merupakan sesuatu untuk dinikmati dan dikembangkan demi seks itu sendiri, suatu
hal yang secara kuat dinyatakan dengan dimasukkanya Kitab Kidung Agung, yang
penuh puisi kisah erotis.
Dalam relasi keluarga, sekali lagi
ada penekanan akan saling membagi dari satu pribadi ke pribadi lainnya. Di
dalam dunia PL, norma yang berlaku adalah keluarga patriarkat. Pria juga wanita
sering dilihat sebagai benda yang bisa disingkirkan sesuai dengan kemauan
kepala keluarga. Perjanjian Lama memberikan banyak contoh akan kepala-kepala
keluarga yang melakukan hal tersebut. Akan tetapi, disini di dalam eksposisi
dasar rencana Allah, kita menemukan tekanan yang agak berbeda. Tidak ada disini
yang akan memberikan dasar bagi eksploitasi dari satu jenis kelamin kepada yang
lainnya. Sebaliknya, ada penekanan sangat kuat kepada komitmen bersama antara
pria dan wanita kepada satu sama lainnya dalam konteks hubungan seksual. Lagipula,
hubungan ini mendahului semua komitmen keluarga tradisional lainnya.
BAGIAN VI
Kepercayaan dan Tingkah Laku
Kelihatannya
hampir merupakan sifat umat manusia yang umum untuk mengekspresikan keyakinan
terdalam mereka dalam bentuk-bentuk tingkah laku khusus yang biasanya kita
sebut lembaga agama. Israel pun tidak terkecuali. Ibadah baik pada
tempat-tempat suci lokal maupun nasional dilaksanakan dalam keadaan yang
didefenisikan dengan ketat dengan berbagai aktivitas yang bervariasi. Doa,
pujian, persembahan kurban merupakan hal-hal yang tipikal bukan hanya dalam
imam PL, tetapi juga dalam banyak agama lain. Ketika umat Israel bertemu dalam
suatu ibadah yang teroganisasi, mereka mengekspresikan apresiasi mereka
terhadap segala hal yang Allah telah lakukan untuk mereka.
Allah telah
menunjukkan melalui tindakan-Nya dalam sejarah dan alam bahwa kasih dan kepedulian-Nya
menjangkau semua bidang kehidupan manusia. Juga setiap aspek dari pengalaman
Israel akan dipengaruhi oleh komitmen mereka terhadap-Nya. Hubungan antar Allah
dengan umat-Nya harus memiliki dasar moral selain dasar kultus juga. Respons
nasional terhadap Allah harus ditunjukkan melalui tingkah laku mereka, bukan
hanya dalam apa yang mereka percayai.
Seluruh konsep
filsafat evolusi sekarang telah ditolak. Ide bahwa manusia bermula dari
tingkatan buas yang primitive dan selalu menjadi semakin baik tidak sesuai
fakta yang ada. Kekerasan dan kebrutalan generasi kita sangat jelas menunjukkan
bahwa manusia tidak menjadi semakin baik. Kegilaan perlombaan senjata nuklir
memberik indikasi bahwa mungkin manusia menjadi semakin buruk.
Pengetahuan kita tentang dunia purba
secara umum, dan bangsa-bangsa sekitar Israel secara khusus, telah berubah
cukup banyak dalam kurun waktu tujuh puluh lima tahun terakhir ini. Para
sarjana yang lebih awal belum terbantu oleh wawasan-wawasan ini, sehingga sulit
bagi mereka untuk mengerti PL dalam konteks kehidupan masanya sendiri. Kita
sekarang mengetahui ada aspek-aspek moral PL yang dikenal baik oleh orang-orang
di seluruh Timur Tengah purba. Secara khusus banyak hukum sipil Israel memiliki
kemiripan erat dengan konsep keadilan yang sudah dikenal di dalam kode hukum
Hamurabi dari Babel (sekitar 1700 SM).
Analisi sastra terhadap kisah-kisah
PL telah menunjukkan bahwa keprihatinan kepada tingkah laku yang baik adalah
pusat dari banyak tradisi paling tua. Kisah pengahancuran Sodom dan Gomora
adalah jauh lebih tua dari masa nabi-namun jelas mengutuk tindakan-tindakan
amoral (Kej. 18:16-33). Kisah-kisah mengenai Musa juga berasal dari
sumber-sumber purba, dan menunjukkan kemarahannya terhadap ketidak adilan moral
yang dialami baik dirinya maupun umatnya (Kel. 2:11-13). Kode hukum PL sendiri
memuat petunjuk-petunjuk mengenai sikap pelayanan agamawi, berdampingan dengan
petunjuk-petunjuk yang jelas mengenai pemiliharaan masyarakat yang adil.
Rujukan-rujukan seperti itu pada waktu lalu dianggap sebagai tambahan kemudian
hari untuk membawa hukum-hukum itu sesuai dengan berita para nabi. Tingkah laku
sehari-hari selalu merupakan faktor penting dalam iman PL. Bahkan, sekarang
umat beragama di seluruh dunia mengetahui betapa mudahnya untuk bersandar
kepada penampilan ritual yang sudah lazim sebagai cara untuk menyenangkan
Allah. Israel juga tidak berbeda. Apa yang dinyatakan para nabi agung kepada
mereka bahwa iman kepada Allah haruslah mempengaruhi keseluruhan hidup bukanlah
suatu wahyu baru, melainkan panggilan kembali pada idealism iman perjanjian
purba mereka.
BAGIAN VII
Beribadah Kepada Allah Yang Kudus
Di PL kebutuhan
beribadah dikaitkan dengan fakta bahwa Allah itu kudus. Sekarang, kata kudus
sering tidak jeals artinya, kadang hanya menunjuk kepada makna yang hanya
sedikit lebih dari makna religius. Namun, ketika PL menerangkan bahwa Yahwe
adalah kudus, ia sedang menyatakan hal-hal yang spesifik mengenai Allah dan
hubungannya dengan umat manusia.
Allah tidak
terbatas dalam kisah PL, Allah memperkenalkan diri-Nya kepada umat-Nya
dalam-dalam peristiwa sejarah mereka dan kehidupan sehari-hari mereka. Oleh
karenanya kita dapat mengerti banyak hal tentang hakikat dan kepribadian-Nya.
Akan tetapi, ini tidak pernah berarti orang-orang biasa dapat mengenal segala
sesuatu mengenai Allah. Ketika Ayub mencoba untuk mengerti kehidupannya sendiri
yang penuh dengan kefrustasian, ia dipaksa untuk mengakui bahwa pada analisis
terakhir ada hal-hal mendalam yang tersembunyi dari pengertian manusia mengenai
karya Allah (Ay. 30:1-31).
Allah itu baik
banyak umat beragama yang menganggap dewa-dewa mereka hanya sebagai suatu kuasa
yang mengagumkan. Namun, iman Perjanjian Israel membawa kapada suatu pengenalan
yang khusus akan artinya menjadi kudus. Di dalam dunia keagamaan, kekudusan
yang misterius, yang Ilahi dan yang mahakuasa sering dijadikan sebagai
penjelasan akan tindakan dewa-dewa yang tidak rasional dan berubah-ubah. Namun,
peristiwa di dalam sejarah Israel telah menunjukkan bahwa Allah PL adalah Allah
yang setia dan dapat dipercaya, dan tidak plin-plan dan tidak terduga. Jadi,
kekudusan Allah bukan sekedar status keberadaan, melainkan cara bertindak.
mengatakan Allah adalah kudus berarti Dia adalah baik. Karena manusia pada
hakikatnya berlawanan dengan Allah, maka menerangkan Allah sebagai kudus
mengakui pula kegagalan manusia. (Yes. 55:8).
Allah adalah
kasih bagi Yesaya, kesadaran yang menyakitkan atas kekudusan moral Allah sangat
berkaitan dengan kebutuhan akan pengampunan (Yes. 6:5). Harus ada satu cara
untuk menjadikan nabi yang berdosa itu menjadi layak di hadapan Allah yang
begitu kudus. Dari sisi keilahian Allah, seseorang dapat dijadikan layak untuk
menghadapi kekudusan melalui prosedur kultis yang diterapkan.
Kitab Yesaya
sering kali menyebut Allah sebagai yang Kudus justru karena Dia mengampuni dosa
dan membawa keselamatan kepada hidup umat-Nya. Betul Allah adalah mahakuasa,
tidak terbatas. Ia sempurna secara moral. Namun, Ia peduli dengan orang berdosa
(Yes. 43:14-15; 45:11-13).
Inilah latar
belakang untuk mengerti ibadah PL. ibadah yang tulus merefleksikan respons umat
Allah terhadap penyataan hakikat Allah – dan hakikat kekudusan Allah menentukan
sifat respons manusia. Karena Allah mahakuasa, ibadah sejati harus menghargai
batasan antara yang sacral dengan yang sekuler, yang kudus dan yang profane.
Karena Ia baik, maka ibadah sejati harus dengan jujur menerima kenyataan dosa
manusia. Namun, karena Ia pengasih orang beribadah yang bertobat dapat selalu
mencari pengampunan Allah dan janji pembaruan hidup. Tempat ibadah orang
Kristen modern hanyalah gedung-gedung dimana sejumlah besar orang dapat
bertemu. Ukuran, bentuk dan lokasinya sering ditentukan berdasarkan
pertimbangan kemudahan sosial daripada pertimbangan agamawi yang khusus. Secara
prinsip, tempat ibadah Kristen dapat dibangun dimanapun. Sesungguhnya orang
Kristen dapat (dam sering) bertemu untuk beribadah tanpa menggunakan gedung
yang khusus untuk ibadah (seperti sekolah, auditorium umum atau bahkan lapangan
terbuka).
Kelebihan
Buku yang saya
baca memberikan saya pengetahuan akan Allah, bagaimana sifat Allah, dan bagaimana
Allah menyatakan dirinya melalui mukjizatnya melalui orang-orang pilihan-Nya,
dan menemukan hal-hal baru yang belum saya ketahui. Buku ini juga sangat
menarik bagi orang yang baru memulai atau di bilang baru mau mempelajari
Alkitab karena bahasanya mudah di pahami. Dan diberikan ayat-ayat Alkitab untuk
memperjelas.
Kekurangan
Setelah beberapa
minggu saya membaca, kekurangan yang saya temukan di dalam buku ini tidak
terlalu banyak, adanya kalimat-kalimat atau kata-kata yang salah dalam
pengetikan, dan kata-kata yang tidak ada rujukan, bahasa asli dalam Alkitab
kurang di perjelas. Kurangnya penambahan footnote atau daftar pustaka membuat
pengetahuan pembaca hanya sampai disitu saja, jika ada daftar pustaka dan
footnote yang lebih menarik, maka akan menambah wawasan pembaca lainnya.
Kesimpulan
Apapun yang kita baca jangan membuat kita menjadi sombong dengan pengetahuan yang kita punyai, sebab diatas semuanya itu masih ada yang lebih benar yaitu Tuhan. Karena pngetahuan yang kita miliki semua berasal dari Tuhan, bersyukur atas apa yang kita miliki, dan jangan pernah mengandalkan pengetahuan yang kita miliki tetapi andalkanlah Tuhan.
0 Comments