DAMPAK UJIAN DAN PENCOBAAN BAGI KEHIDUPAN ORANG PERCAYA MASA KINI MENURUT SURAT YAKOBUS

 


MAKALAH

DAMPAK UJIAN DAN PENCOBAAN BAGI KEHIDUPAN ORANG PERCAYA MASA KINI MENURUT SURAT YAKOBUS

 


Oleh:

Samuel Risa Smith Batubara

215.ST.12.18

 

Mata Kuliah: Pengantar PerjanjianBaru 3

Dosen: Sri Ayu Dyah Utami S.S., M.Th

 

 

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI TABERNAKEL INDONESIA

Surabaya

2018 – 2019



KATA PENGANTAR

 

            Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan saya waktu dan kesempatan dalam melakukan penilitian, kali ini saya akan membahas sebuah makalah penelitian yaitu Dampak Pencobaan Bagi Kehidupan Orang Percaya Masa Kini Menurut Surat Yakobus. Dalam melakukan penelitian ini saya memohon dukungan doa dari orang tua dan Bapak/ibu dosen selaku pengampu mata kuliah yang bersangkutan. Penilitian yang saya lakukan ini saya kerjakan melalui bantuan buku-buku yang terdapat di perpustakaan, internet, literature-literatur, dan artikel juga lingkungan kampus. Mengapa saya mengangkat judul tersebut, karena permasalah-permasalah dalam kehidupan orang Kristen saat ini sangat banyak dan belum ada jawaban atau titik terang dalam menghadapi ujian dan pencobaan dalam kehidupan kekristenan.

            Banyak orang sekarang melihat pencobaan dan ujian sebagai sesuatu yang buruk atau harus dihindari bahkan lari. Ujian dan pencobaan yang dialami masyarakat bahkan orang percaya semakin membuat mereka jauh dari pada Tuhan, bukan membuat mereka semakin dekat dengan Tuhan. Dalam surat Yakobus memberikan saya informasi penulisan surat Yakobus surat ini memperkenalkan saya kepada dirinya Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus. Tema surat Yakobus sendiri adalah “Kedewasaan Rohani” langkah awal yang sangat baik dan dibutuhkan untuk memulai mempelajari surat ini dan memeriksa keadaan rohani/hati masing-masing melalui ujian dan pencobaan yang datang dalam kehidupan kekristenan untuk melihat dimana kita sedang berada.

            Biarlah dalam penelitian ini saya belajar bagaimana cara menghadapi tantangan, ujian-ujian, dan pencobaan yang datang dalam kehidupan saya. Dan biarlah tulisan saya ini menjadi pembacaan bagi banyak orang dan boleh di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Demikianlah pengantar ini saya buat sekiranya Bapak/Ibu Dosen maklum adanya. Sekiranya ada kata-kata yang kurang berkenan mohon di maafkan.

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang Masalah

Banyak orang sekarang melihat pencobaan atau ujian sebagai sesuatu yang buruk atau harus dihindari bahkan lari. Hal ini bukanlah waktu yang baik, melainkan waktu yang buruk. Orang percaya harus memiliki pandangan yang benar akan hal ini sesuai dengan penyataan firman Tuhan. Yakobus sendiri telah mengalami berbagai pencobaan dalam kehidupannya. Jadi, hal yang diungkapkan di sini bukan sekedar teori, melainkan sesuatu yang secara praktis telah dialami Yakobus. Ia telah menang atas pencobaan-pencobaan yang dialaminya. Kini, pengalaman imannya tersebut dibagikan kepada orang percaya supaya semua orang percaya bisa mengalami kemenangan yang sama. Dalam menghadapi masalah Yakobus sendiri menilai pencobaan dari sisi lain. Ia menilai semua permasalahan yang ada dari segi hasil yang akan didapat nanti. Artinya orang Kristen atau semua oang percaya tidak boleh melihat pencobaan hanya dengan melihat situasi yang sedang terjadi. Orang Kristen atau orang Percaya harus mampu melihat jauh kedepan, yaitu keika proses itu selesai. Sebagai orang Kristen kita harus bisa melihat kedepan, pada hasil. Hal inilah yang dijelaskan Yakobus melalu suratan Yakobus ini.

1.2  Rumusan Masalah

1.     Apakah Pengertian ujian dan pencobaan dalam Kitab Yakobus?

2.     Bagaimana cara menghadapi ujian dan pencobaan yang datang dalam kehidupan orang percaya?

3.     Apa saja Penyebab – penyebab ujian dan pencobaan yang dialami oleh orang percaya?

4.     Metode dalam mempelajari surat Yakobus dan Aplikasi nya bagi orang percaya

 

1.3  Tujuan Penelitian

1.     Memberikan pengertian yang benar dalam menghadapi masalah bagi orang percaya

2.     Menerapkan langkah – langkah apa saja yang harus dilakukan orang percaya dalam menghadapi ujian dan pencobaan

3.     Menemukan jalan keluar bagi setiap orang percaya yang mengalami ujian dan pencobaan


BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Pengertian Ujian dan Pencobaan dalam Kitab Yakobus

Secara umum suatu peristiwa yang dialami orang percaya sehingga mendapat masalah atau kesukaran hingga musibah dapat dibagi dua yaitu mengalami ujian dan sedang mengalami pencobaan. Dalam hal ini secara umum disampaikan pada kita Yakobus ditulis kepada 12 suku bangsa Israel yang terkait dengan hal tindakan dan perbuatan. Bagian dari bab ini menyiratkan membahas hal beda percobaan dan ujian. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa pencobaan dan ujian secara umum membuat kita tahan uji. 

Yakobus 1:3-4. Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan. (4) Sebab kamu tau, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dalam hal ini secara umum percobaan dan ujian dapat dibedakan berdasarkan: 1. Beda secara sumber. 2. Beda secara sifat 3. Beda secara tujuan.

Pencobaan dan ujian itu terjadi dalam kehidupan kekristenan kita, seorang Kristen bisa saja sedang mengalami pencobaan dan bisa saja sedang mengalami ujian, dari manakah sumbernya dan apakah ciri-ciri/sifatnya dan apakah tujuannya? Pada dasarnya secara umum pencobaan bersumber dari keinginan setan/iblis yang menggoda jiwa kita. Keinginan ini bersifatnya jahat dan membahayakan manusia dalam arti jatuh kedalam perbuatan dosa. Dan pada umumnya tujuannya mencobai manusia dan menjatuhkan manusia kedalam dosa hingga mendapat maut. Orang yang tidak dapat mengendalikan jiwanya, keinginannya ketika ia dicobai maka akan mudah jatuh kedalam dosa. Dikatakan seorang sedang mendapat pencobaan dan jika ia tidak kuat bisa saja mendatangkan dosa dan maut akibat dosa. Yakobus 1:13-15.

(Ay.13) Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. (ay.14) tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. (ay.15) Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.

(Ay.16) Saudara-saudara yang kukasihii, janganlah sesat! Kesesatan pada ayat 16 menunjukkan bahwa sumber kesesatan adalah iblis/setan yang mempengaruhi keinginan kita. Ujian pada dasarnya bersumber dari Tuhan, ujian ini kadang kala tidak kita sadari dan begitu sederhana. Contohnya saja ketika kesetiaan kita diuji untuk memberikan bantuan dan pertolongan kepada yang sedang memerlukannya. Yesus mengatakan ketika Aku lapar engkau memberi aku makan, apakah kita setia dalam melayani Tuhan melalui pertolongan kita kepada orang yang memerlukan? Dan banyak lagi contoh lain didalam pergumulan kita, bahwa Tuhan membiarkan itu terjadi karena itu bersifat baik/membangun dan tentu saja bertujuan menyempurnakan pemahaman dalam kehidupan rohani dan iman. Apapun bentuk ujian yang kita alami itu meningkatkan pengenalan kita akan Tuhan dan rencana Tuhan dalam kehidupan kita. Kehidupan kita dapat diuji dari kegitan kita dalam persekutuan/gereja dan juga dalam tugas pelayanan lainnya. Selain itu juga pengaruh lingkungan yang kurang baik.

1 Petrus 4:9. Berilah tumpangan seorang akan yang lain dengan tidak bersungut-sungut. (ay.10) Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah. (ay.12) Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-oleh ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Mengapa kita mengalami pencobaan dan mengapa kita dibiarkan dicobai? Pemcobaan itu bisa datang kapan saja. Tuhan tidak akan membiarkan kita dicobai kecuali dengan tujuan khusu. Tapi banyak pencobaan terjadi yang pada umumnya kita mengalami kerena kita sedang diluar Tuhan. Karena kita sendiri sedang bermain-bermain diluar kehidupan kekeristenan kita. Kita dicobai oleh keinginan kita sendiri, jiwa kita yang bebas sedang bersekutu dengan kekuatan lain diluar Tuhan dan mempengaruhi kita. Jika kita melakukan keinginan itu kita jatuh kedalam dosa bahkan maut.

Lebih lanjut secara khusus, bahwa hidup di dalam pencobaan pernah di alami Abraham (Kej. 22; Ibrani 11:17 sangat khusus dicobai oleh Tuhan sendiri yang terkait dengan dasar Iman orang percaya) dan beda dengan Ayub (kitab Ayub dicobai iblis atas seijin Tuhan), Yesus (Mat 4: dalam hal ini Tuhan memiliki tujuannya sendiri (God Will) akan adanya pencobaan yang riil dari kekuatan iblis. Namun jika kita sedang mengalami percobaan karena tujuan khusus Tuhan terhadap mereka ini maka akan mendapat keuntungan/mahkota kehidupan.

Yakobus 1:12 Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia. Ayat ini relepan bagi Abraham, Ayub dan Yesus, karena ditunjukan kepada 12 suku Israel. Namun jika kita mengalami pencobaan atau sedang dicobai atau sedang jatuh dalam pencobaan oleh keinginan kita sendiri maka langkah yang pertama adalah bertobat dan kembali kepada Tuhan dan kembali hidup dalam persekutuan (Gereja).

2.2 Bagaimana cara menghadadapi Ujian dan percobaan yang datang dalam kehidupan orang percaya

            2.2.1 Sikap menghadapi percobaan

Yakobus disini menjelaskan pendekatan psikologis mengenal kejatuhan manusia dalam dosa. Yakobus 1:12 menekankan bahwa pencobaan memiliki dimensi positif bagi orang percaya. Namun, hal itu hanya berlaku bagi mereka yang menghadapi pencobaan dengan sikap yang benar, oleh karena itu, berbahagialah orang yang bertahan secara aktif dalam pencobaan. Orang yang berani menghadapi pencobaan melihat pencobaan sebagai alat uji akan menunjukkan ketahanan iman.

2.2.2 Sikap yang benar

Hal yang perlu ditekankan disini atau hal yang harus diketahui adalah isu yang dikemukakan bukan apakah orang percaya bisa atau tidak bisa jatuh dalam pencobaan. Penekanan disini adalah kata “apabila” menunjuk pada pengertian pada waktu terjadi. Jadi, hal ini menegaskan akan sesuatu yang pasti akan terjadi. Hal ini merupakan teguran keras bagi mereka yang berpikir bahwa menjadi orang Kristen akan adem-ayem tanpa masalah dan persoalan. Pandangan yang seperti ini adalah pandangan yang tidak realistis, bukan menyesatkan.

Yakobus memberikan peringatan kepada kita dan nasihat untuk menghadapi pencobaan. Yakobus sendiri berkata, “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan.” Hal yang dimaksud dalam istilah “Anggaplah” adalah penilaian. Jadi, ketika seorang percaya jatuh dalam pencobaan, ia harus bisa menilai pencobaan itu dengan benar. Ia harus menilai pencobaan dari sisi Roma 8:28 dan Matius 5:11-13. Yakobus juga menasehati para pembaca untuk menilai pencobaan dengan benar, bahwa hal itu akan mendatangkan kedewasaan rohani.

2.2.3 Pengertian yang Benar

Pengertian yang benar akan hakikat pencobaan mutlak diperlukan untuk menghadapi pencobaan dengan kesukaan. Pengertian ini tidak akan menghilangkan atau menyingkirkan pencobaan, tetapi menolong menghadapinya.

1.     Iman akan selalu di uji

Alkitab menyajikan banyak contoh di mana iman akan terus diuji, misalnya Abraham. Iman orang percaya di uji oleh Tuhan untuk mempererat persekutuannya dengan Tuhan. Namun, iblis mencobai iman orang percaya untuk memisahkan orang percaya dari persekutuan dengan Tuhan. Ujian iman membuktikan apakah orang percaya tersebut sungguh telah dilahirkan kembali.

2.     Pencobaan bukan melawan orang percaya, tetapi bekerja demi kebaikan orang percaya

Kata pencobaan di sini maksudnya adalah uji, diperiksa, atau di tes. Yakobus menjelaskan bahwa pencobaan adalah alat ujian dari iman. Jadi, iman hanya dapat di uji melalui pencobaan. Pencobaan menentukan atau membuktikan kualitas yang sebenarnya dari iman. Jadi, pencobaan sesungguhnya bukanlah melawan orang percaya, melainkan menolong untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya dari orang percaya itu. Tujuan akhir dari pencobaan (ujian) adalah kesempurnaan (kedewasaan rohani), atau lebih tepat penuh dengan segala sifat ilahi.

3.     Pencobaan menolong orang percaya dalam proses pendewasaan rohani

Apakah yang hendak dicapai Tuhan dalam kehidupan kita dengan pencobaan? Apakah yang merupakan ciri khas orang Kristen yang dewasa? Ciri khasnya adalah kesabaran dan ketekunan artinya kemampuan untuk jalan terus dalam iman, walaupun dalam kesulitan orang-orang Kristen yang dewasa adalah mereka yang sabar dan tekun. Kesabaran dan ketekunan adalah kunci untuk segala berkat Tuhan yang lain. Orang percaya harus belajar menantikan Tuhan dan Tuhan melakukan hal-hal yang besar melalui hal tersebut untuknya. Hal ini dapat dilakukan orang percaya bukan karena Ia menyenangi pencobaan atau menyukai penderitaan, melainkan mengetahui bahwa hasil dari pencobaan membawanya kepada kedewasaan iman dan kemuliaan Tuhan.

            2.2.4 Tujuan Yang Benar

Tujuan Tuhan dengan kehidupan orang percaya adalah kedewasaan rohani. Hal yang menyedihkan adalah orang percaya yang tidak bertumbuh dalam kerohaniannya. Ia tetap menjadi bayi rohani yang selalu menginginkan susu. Hal ini merupakan suatu yang tragis dalam kehidupan orang percaya. Sebaliknya, Tuhan bersukacita ketika melihat anak-anak-Nya bertumbuh semakin dewasa dalam kerohaniannya.

Tuhan mengkhendaki setiap orang percaya dewasa rohani dan menjadi sempurna. Sempurna di sini bukan berarti hal tersebut bukanlah pengertian yang absolut. Maksud sempurna adalah memiliki karakter seperti Tuhan. Karakter Tuhan harus menjadi karakter orang percaya. Sifat dan karakter Tuhan nyata dalam kehidupan orang percaya. Hal ini harus diketahui atau dimengerti setiap orang percaya ketika menghadapi cobaan, ia bisa bersukacita melalui pencobaan karena ia mengetahui hasil akhirnya. Jadi, sukacitanya bukan karena pencobaannya, tetapi suakcita yang mengantisipasi masa depan dari Tuhan. Hasil akhir dari pencobaan adalah “menjadi sempurna dan utuh tak kekurangan suatu apapun” (Yak. 1:4). 

2.2.5 Panggilan untuk melakukan Firman Tuhan

Yakobus disini menekankan perwujudan dari mendengar firman dan melakukan firman. Kedua sisi ini bagaikan dua sisi mata uang, yang tidak akan berlaku jika salah satu sisinya hilang. Jadi, mendengar dan melakukan firman adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Yakobus 1:21 menyatakan dengan jelas bahwa orang yang mendengar, tetapi tidak melakukan berarti menipu dirinya sendiri. Yakobus menjelaskan hal ini lebih lanjut dalam ayat 23-15. Yakobus juga menegaskan bahwa orang percaya harus mendengar firman terus menerus. Kata “hendaklah” berasal dari istilah bahasa Yunani ginesthe. Kata ini ditulis dalam bentuk perintah (imperative) bukan permintaan (khortatif “hendaklah). Kata tersebut dalam ayat ini menegaskan akan kesinambungan atau kontinuitas dari kata kerja yang ada. Yakobus juga memberikan saya contoh praktis dari kesia-sian mendengar firman Tuhan tanpa melakukannya. Artinya, tanpa konsekuensi praktis dalam kehidupan sehari-sehari. Penekanan disini adalah hal kesementaraan dari tindakan sekedar mendengar tanpa melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. 

2.3 Penyebab – penyebab Ujian dan Percobaan yang di alami orang percaya

Godaan dan ujian yang dihadapi orang percaya merupakan kesempatan untuk pencobaan dan bukan penyebab dari pencobaan itu. Penyebab dari pencobaan ada dalam diri manusia. Ujian dan godaan yang datang dari luar dapat menjadi penyebab pencobaan dalam diri manusia. Yakobus menjelaskan pencobaan yang muncul dalam diri manusia. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini:

1.     Allah bukan Penyebab Pencobaan

Tuhan bukan sumber pencobaan Yakobus menjelaskan hal ini secara lebih terperinci. Tujuan sama sekali tidak dapat dicobai oleh hal-hal jahat atau oleh orang-orang jahat karena hakikat-Nya ialah kudus. Kejahatan tidak bisa bahkan tidak berdaya menghadapi-Nya dan tidak dapat Mencobai-Nya. Ia pun tidak pernah mencobai orang untuk kejahatan karena hal itu bertentangan dengan kekudusan-Nya. Kejahatan adalah sesuatu yang assign bagi Allah. Sebagaimana Allah adalah terang dan dalam-Nya tidak ada kegelapan, demikian juga Allah itu kudus, dosa dan kejahatan tidak ada dalam dirinya.

2.     Pencobaan yang Sebenarnya adalah Keinginan dari Diri Sendiri

Penyebab yang sebenarnya dari pencobaan adalah diri manusia. Hal ini yang membuat persoalan sedemikian rumit. Manusia tidak sama dengan Allah yang tidak bisa mencobai dirinya sendiri. Yakobus mengatakan bahwa “Tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri”. Apakah yang dimaksudkan dengan “keinginan”? Allah menciptakan manusia dengan hasrat untuk berbeda, memiliki, dam menikmati. Kebutuhan dasar manusia tersebut pada dasarnya adalah baik. Hal itu diberikan kepada manusia untuk dapat hidup dalam persekutuan. Tuhan pada dasarnya telah memenuhi kebutuhan dasar untuk mengarahkan manusia kepada Allah. Tuhan memberikan kepada manusia kebutuhan-kebutuhan dasar yang sehat. Namun, karena manusia telah jatuh dalam dosa, pemenuhan kebutuhan dasar ini terlepas dari Tuhan dan tidak mengarahkan kepada Tuhan. Manusia tidak lagi mengharapkan pemenuhan kebutuhannya dari Tuhan, tetapi dari Iblis.

3.     Akibat Pencobaan

Reaksi berantai akan terjadi dalam diri manusia ketika ia menanggapi godaan yang ada. Reaksi ini akan sangat sulit dihentikan ayat 15 menjelaskan reaksi ini yang digambarkan dalam proses pembuahan, kehamilan, dan kelahiran. Frasa “Dan apabila keinginan itu telah dibuahi” (Yak. 1:15) menekankan bahwa telah terjadi pertemuan dan persetujuan (kehendak) yang terjadi dalam diri manusia tersebut. Proses pembuahan secara otomatis diikuti proses kehamilan. “anak yang dikandung’ adalah dosa. Proses ini memerlukan waktu hingga “si anak” tersebut terlihat. Namun, sebagaimana manusia dari sejak pembuahannya adalah mausia, demikian juga dosa adalah dosa sejak terjadinya pembuahan, keinginan, dan kehendak.

4.     Hasil Pencobaan

Dosa bukan akhir dari mata mata rantai reaksi akibat pencobaan, melainkan kematian (keinginan-dosa-kematian). Hasil dari dosa adalah kematian. Hal yang dimaksudkan disini adalah kematian kekal secara rohani (Rm. 6:23), yaitu keterpisahan kekal dari Allah. Yakobus menggambarkan situasi yang dihadapi setiap orang (baik Kristen ataupun bukan) hari demi hari (mau atau tidak mau). Manusia tanpa kristus dapat meraih berbagai kemenangan atas pencobaan, tetapi kemenangan mutlak tidak dapat ia peroleh. Pengikut Kristus dapat menang atas pencobaan karena Tuhan telah menang. Kemenangan yang didapatkan ini adalah kemenangan mutlak. Namun, bagaimana hal ini dapat terjadi? Orang-orang percaya harus memerhatikan dua hal, yaitu hakikat Sang pencipta dan hakikat ciptaan baru.

2.4 Metode dalam mempelajari Surat Yakobus dan Aplikasi bagi orang percaya

Tema surat Yakobus adalah “kedewasaan rohani”. Langkah awal yang sangat baik dan dibutuhkan untuk memulai mempelajari surat ini adalah memeriksa keadaan rohani/hati masing-masing untuk melihat dimana kita sedang berada. Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pernelitian surat Yakobus.

1.     Syarat mutlak untuk mencapai kedewasaan rohani adalah kelahiran kembali (Yoh 3:5-6). Tanpa kelahiran kembali, tidak ada seorangpun dapat mencapai kedewasaan rohani. Surat Yakobus dialamatkan atau ditujukan kepada orang-orang Kristen. Dengan memberikan surat tersebut, Yakobus beranggapan setiap orang yang telah menerima suratnya telah mengalami kelahiran baru (Yak. 1:18).

2.     Kesediaan diterangi oleh firman Tuhan membuka kenyataan kehidupan secara terbuka di hadapan Tuhan. Yakobus menggambarkan firman Tuhan sebagai cermin (Yak. 1:22-23). Orang percaya harus berlaku jujur terhadap hal yang ia lihat dalam cermin.

3.     Ketaatan kepada perintah Tuhan apapun harganya atau konsekuensinya. Orang percaya harus menjadi “Pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja: (Yak. 1:22). Lebih mudah datang ke ibadah, kebaktian, atau kelompok Pendalaman Alkitab dibandingkan dengan melakukan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Berkat datang bukan karena mendengar atau membaca firman Tuhan, tetapi melakukan firman.

4.     Siap menghadapi berbagai ujian dan pencobaan untuk mencapai kedewasaan rohani. Selalu ada oknum yang tidak senang, yaitu iblis, yang akan mengahalangi orang percaya untuk bertumbuh. Ia akan berusaha untuk menggagalkan pertumbuhan tersebut. Kesiapan menghadapi setiap serangan dari musuh mutlak diperlukan.

5.     Pertumbuhan dan kedewasaan rohani harus diukur atau diuji dengan firman Tuhan. Firman Tuhan adalah tolak ukurnya, bukan sesama. Banyak orang salah memahami dengan orang lain atau sesama. Firman Tuhan batu uji atau tolak ukurnya.

 

BAB III

KESIMPULAN

3.1  Mendengar dan Berbuat, Dua Hal yang Tidak Dapat Dipisahkan

Yakobus menegaskan bahwa orang percaya harus mendengar firman terus menerus. Kata “hendaklah” berasal dari istilah bahasa Yunani ginesthe. Kata ini ditulis dalam bentuk perintah (imperatife), bukan permintaan (khortatif “hendaklah”). Kata tersebut dalam ayat ini menegaskan akan kesinambungan atau komunitas dari kata kerja yang ada. Kata ini bisa diterjemahkan “Teruslah menjadi”. Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat itu penerima surat sudah hidup dalam kehendak Allah. Yakobus mendorong mereka terus menjalani hidup yang demikian. Hal ini merupakan penekanan Yakobus bahwa orang percaya harus terus menjadi pendengar firman.

Janji berkat hanya ada bagi orang yang mendengar dan melakukan firman. Banyak orang Kristen menggaris bawahi Alkitab mereka, tetapi tidak bersedia dikritik, dipertanyakan, atau di tegur oleh firman Tuhan. Hal tersebut percuma. Dalam hal ini, Yakobus menekankan tiga langkah:

1.     Mendengar firman Tuhan

2.     Menerima firman Tuhan

3.     Menjalankan atau mempraktikkan firman Tuhan dalam perbuatan sehari-hari.

Tampak jelas bahwa Tuhan Yesus dan Paulus memiliki pandangan yang sama dengan Yakobus (Mat. 5:19; 7:26; dan Rm. 2:13).

3.2  Hanya Sekedar Mendengar Firman Tuhan adalah Kesia-siaan

Yakobus memberikan contoh praktis dari kesia-siaan mendengar firman Tuhan tanpa melakukannya. Artinya, tanpa konsekuensi praktis dalam kehidupan sehari hari. Hal memandang berpasangan dengan hal lupa. Jadi, dalam hal ini, pengamatan akan diri sendiri dalam cermin tidaklah memiliki faedah apa-apa jika orang tersebut lupa akan keberadaan dirinya. Hal mengamati diri sendiri dalam cermin tidak berarti jika keberadaan diri dilupakan. Sama halnya dengan mendengar atau mengamati firman merupakan hal yang sia-sia apabila tidak memiliki konsekuensi dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, hal mendengar hanya memiliki arti sementara sama halnya dengan bercermin yang sifatnya sebentar. Penekanan dalam contoh ini bukan pada jenis cermin atau cara mengamati, melainkan hal kesementaraan dari tindakan sekedar mendengar tanpa melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara praktis, firman Tuhan dapat menjadi cermin bagi kehidupan kita, setidak-tidaknya dalam tiga hal:

1.     Mengenal diri kita yang sesungguhnya

2.     Mengenal Allah dan sifat-sifatnya yang sesungguhnya.

3.     Mengerti kehendak Allah yang sesungguhnya

3.3  Hal Mengamati dan Melakukan Firman Tuhan 

Yakobus menjelaskan ciri seorang pendengar dan pelaku firman Tuhan yang benar. Penekanan Yakobus jelas kepada seseorang yang mendengar dan melaksanakan firman tersebut. Kesatuan tersebut menjadi sorotan Yakobus. Istilah parakufas (meneliti) tidaklah bertentangan dengan istilah kataneo (memandang) karena kedua istilah ini sama-sama menggaris bawahi pengamatan yang sungguh. Kontras yang dimaksudkan di sini adalah kontras antara orang yang “meniupu diri sendiri” dengan orang yang “berbahagia”. Orang yang berbahagia meneliti hukum yang sempurna dan menjalankannya. Meneliti firman Tuhan akan membawa kebebasan. Hal ini menunjuk pada beberapa pengertian:

1.     Kebiasaan dari segala jenis ketertarikan (dosa, kebiasaan-kebiasaan buruk, keakuan, dan ikatan kuasa gelap).

2.     Orang percaya akan mengalami kebahagiaan karena ia mengetahui perbuatannya sesuai dengan firman Tuhan.

3.     Orang percaya akan dibebaskan dari penghukuman pada hari penghakiman dan akan menikmati kebahagiaan.

3.4  Ibadah Yang Sia-sia dan Sejati

Yakobus menunjuk kesian-sian ibadah yang tidak memengaruhi kehidupan sehari-hari. Ia memberikan contoh ibadah yang sejati. Hal ini menjadi nyata dalam pelayanan kasih kepada sesama dan menjaga jarak dari dunia. Sekali lagi, Yakobus menekankan pentingnya kekristenan yang praktis, kekristenan yang melakukan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Yakobus tidak menyetujui kehidupan agama tanpa Allah, sebagaimana yang ditunjukkan oleh kaum ateis dna sekularis.

Ciri pertama ibadah yang sejati adalah menolong mereka yang berada dalam kesulitan – yatim piatu dan janda mewakili semua orang yang berada dalam penderitaan dan penganiayaan. (Yes. 1:10-17; 58:6-7; Zak. 7:10; Mrk.12:40; dan Luk. 18:2-8). Perjanjian Lama menekankan pentingnya memerhatikan kaum yatim piatu dan janda (Ul. 10:18 dan Mzm. 68:5). Pada dasarnya, penindasan terhadap mereka yang lemah adalah bukti pemberontakan terhadap Tuhan sendiri. Dalam hal ini, pertolongan tidak dibatasi kepada kaum yatim piatu dan janda saja, melainkan kepada semua orang yang berada dalam penderitaan.

Ciri kedua ibadah yang sejati adlaah menjaga diri agar tidak dicemarkan dunia. Penekanan akan pentingnya pelayanan kepada sesama dan mereka yang menderita dalam dunia menunjukkan bahwa menjaga diri bukan berarti menjauhkan diri dari dunia secara total.

Tema utama dalam surat Yakobus 1:2-18 adalah pembuktian iman orang Kristen melalui ujian dan pencobaan. Sedangkan tema Yakobus 1;19-27 adalah pembuktian iman orang Kristen dalam perbuatan. Perikop ini dibagi menjadi tiga bagian:

1.     Prasyarat yang benar bagi pendengarnya (19-21)

2.     Panggilan untuk melakukan firman Tuhan (22-25)

3.     Ibadah yang sia-sia dan ibadah yang sejati (26-27)

Dalam Yakobus 1:19 bagian ini sangat penting. Dalam teks ini ditekankan pentingnya penguasaan lidah (kata-kata). Penguasaan diri, dan tempramen. Hanya orang bodoh yang tidak menguasai lidahnya. Ada orang mengatakan bahwa tidak sia-sia Allah memberikan manusia dua telinga untuk mendengar, tetapi hanya satu mulut untuk bicara. Jadi, mendengar secara benar dan tepat bukan saja berlaku dalam hubungan dengan Allah serta sikap dalam mendengar firman Tuhan atau khotbah. Orang Kristen seharusnya memiliki sikap yang menunggu dan mendengar secara benar, bukan dikuasai oleh amarah yang tidak terkendali. Dalam Yakobus 1:20 dijelaskan bahwa menguasi amarah penting, karena amarah tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Dalam tradisi Yahudi dan hellenis, amarah dipandang sebagai sesuatu yang bersifat menghancurkan sehingga perlu dihindari. Bagian ini mengingatkan akan pengajaran Tuhan Yesus dalam khotbah di bukit (Mat. 5:5).

Yakobus memberikan contoh penarapan praktis prinsip rohani tersebut dalam ayat 9-11. Yakobus menggunakan pencobaan yang datang dari luar, yaitu kemiskinan atau kekayaan, sebagai contoh aplikasi praktis prinsip rohaninya yang telah disebutkan. Kemiskinan dan kekayaan tampaknya menjadi status sosial dan persoalan yang sangat actual di antara orang-orang Kristen pada masa itu.

Semua ujian dan pencobaan yang datang dalam kehidupan orang-orang Kristen, tujuannya adalah memampukan setiap orang Kristen untuk semakin dekat kepada Tuhan, ujian dan pencobaan yang datang dalam kekristenan masa ini, membuktikan ketahanan iman yang membawa pada kesempurnaan dan kedewasaan secara rohani.

 

DAFTAR KEPUSTAKAAN

 

Pdt. Dr. Rainer Scheunemann, Tafsiran Surat Yakobus Iman dan Perbuatan Menjadi Pelaku Firman dan Bukan Hanya Pendengar, Yogyakarta: Andi Ofset, 2013.

Alkitab, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1991

Abineno, J.L. Ch, Dictionary of The Christian Church, Michigan: Zondervan Publishing House, 1978.

Abineno, J.L. Ch, Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990.

Hadawiryana, R, Tafsiran Alkitab Masa Kini II, Jakarata: Yayasan Bina Kasih/ OMF, 1994.

Palmer, B.M, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Davids, Peter H. “Commentary on James,” dalam New International Greek Testament Commentary. Grand Rapids: W.B Eerdmans, 1993.

Dollingers, Nils. Auslegung zum Jakobusbrief. Giessen: Unveroeffentlicht, tt.

Martin, Ralph P. James, Word Biblical Commentry. Waco: Word Books, 1998.

Mussners, Frans. “Der Jakobusbrief,” dalam Herders Theologischer Komentar zum Neun Testament. Freiburg: Herder, 1987.

Gunning, J.J. Surat Yakobus. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998.

Verseput, Donald. Lectures on James. Giessen: unpublish, 1997.

Ward, Ronald A. “Jakobus,” dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 3. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1992.

Scheunemann, Rainer. Pengantar Perjanjian Baru. Jayapura: SAM GKI, 2004.

Post a Comment

0 Comments