ADA APA DENGAN PENAFSIR ALKITAB
Penafsiran Alkitab penting
untuk memahami dan mengajarkan Alkitab dengan benar. Kita harus mengetahui
makna Alkitab sebelum kita dapat mengetahui pesannya untuk masa sekarang. Kita
harus memahami maknanya untuk saat itu sebelum kita dapat melihat
kepentingannya untuk saat ini. Tanpa Hermenutika (ilmu dan seni interprestasi
Alkitab), kita melompat dan melewatkan sebuah langkah yang vital dalam telaah
Alkitab. Langkah pertama, yaitu observasi, menanyakan, Apakah yang
dikatakannya? Langkah kedua yaitu interprestasi, mengajukan pertanyaan, Apakah
artinya? Langkah ketiga, yaitu penerapan, muncul pertanyaan, Bagaimana
penerapannya untuk saya? Interprestasi mungkin adalah yang paling sulit dan
paling memakan waktu dari ketiga langkah ini. Meskipun, demikian mempersingkat
Alkitab dalam bidang ini bisa menyebabkan kesalahan fatal dan hasil yang tidak
benar.
Apakah Allah memang bermaksud agar Alkitab dierlakukan
sedemmikian? Jika Alkitab dapat dibuat memiliki makna seperti apapun yang kita
mau, bagaimana Alkitab dapat menjadi pedoman yang dapat diandalkan?
Banyak tafsiran-tafsiran yang saling bertentangan dari
banyak ayat. Sebagai contoh, seorang membca Yohanes 10:28 “dan Aku memberikan
hidup yang kekal kepada mereka dari tangan-Ku” dan memahami ayat itu seabgai
pengajaran tentang jaminan abadi. Yang lainnya membaca ayat yang sama dan
menjelaskan bahwa meskipun tidak seorang pun dapat merebut seorang dari tangan
Tuhan, orang percaya tersebut mungkin memisahkan dirinya dari tangan Tuhan
dengan cara terus-menerus berbuat dosa.
Hal-hal ini dan juga banyak hal lainnya adalah masalah
interprestasi. Yang jelas, berbagai pandangan yang saling bertentangan ini
menunjukkan bahwa dalam memahami Alkitab, tidak semua pembaca mengikuti prinsip
yang sama. Kurangnya pemahaman Hermenutika yang baik dapat menyebabkan Alkitab
disalahgunakan dan dihina. Bahkan beberapa orang ateis mencoba mendukung
ppendapat mereka dengan menyebut Mazmur 14:1, “Tidak ada Allah.” Sangat jelas
bahwa mereka melewatkan kata-kata pengantar kalimat tersebut: “Orang bebabl
berkati dalam hatinya, ‘Tidak ada Allah.” Beberapa orang beralasan , “Anda
dapat membuat Alkitab mengatakan apapun yang anda inginkan.” Namum beberapa
banyak orang yang sama mengatakan, “Anda dapat membuat Shakespeare mengatakan
apapun yang di inginkan?” tentu saja benar bahwa orang-orang dapat membuat
Alkitab mengatakan apapun yang mereka inginkan, asalkan mereka mengabaikan
pendekatan yang normal yang digunakan untuk memahami dokumen-dokumen tertulis..
PENAFSIRAN ALKITAB PENTING SEBAGAI LANGKAH BERIKUTNYA
SETELAH OBSERVASI
Dalam melakukan pendekatan
terhadap Alkitab, banyak orang melompat dari Observasi (pengamatan) langsung
menuju aplikasi, melompati langkah penting interprestasi. Hal ini secara tidak
benar karena secara logis, observasi diikuti dengan interprestasi. Hal ini
tidak benar kareana secar logis, observasi diikuti dengan interprestasi. Dalam
mengamati apa yang dikatakan oleh Alkitab, Anda menyelidiki; dalam
interprestasi, Anda menggodok. Observasi adalah penemuan; interprestasi adalah
proses mencerna. Observasi berarti menggambarkan apa yang terdapat di sana, dan
interprestasi menentukan apa maknanya. Yang satunya adalah mengeksplorasi, yang
lainnya adalah menjelaskan.
Dengan mengamati apa yang kita lihat di dala suatu tulisan Alkitab, maka kita akan dapat
menanganinya dengan benar (II Tim. 2:15). Kata kerja “menangani dengan benar”
(diterjemahkan secara tidak tepat di dalam Alkitab Versi King James sebagai
“membagi dengan benar”) digunakan untuk menerjemahkan kata Yunani orthomounta. Kata ini menggabungkan dua
kata yang berarti “lurus” (ortho) dan
“potong” (tomeō).
Seorang penulis menjelaskan makna kata ini sebagai
berikut: Karena Paulus adalah seorang pembuat tenda, Paulus mengkin menggunakan
ekspresi yang berhubungan dengan pekerjaannya. Ketika membuat tenda, Paulus
menggunakan pola-pola tertentu. Di masa itu, tenda dibuat dari kulit binatang
dengan menggunakan jenis rancangan yang meggabungkan potongan-potongan bahan.
Masing-masing potongan harus dipotong dan disatukan dengan baik. Secara
sederhana, yang di maksudkan oleh Paulus adalah, “jika kita tidak memotong
bahan-bahan ini dengan benar, keseluruhan bahan tidak akan dapat menyatu dengan
baik.” Demikian juga halnya Kitab Suci. Jika kita tidak menafsirkan
bagian-bagian yang berbeda dengan benar, keseluruhan pesannya tidak akan muncul
dengan benar. Dalam melakukan pemahaman dan interprestasi Alkitab, orang-orang
Kristen sebaiknya bersikap tegas. Orang Kristen sebaiknya dapat memahami dan
menafsirkan Alkitab dengan tepat … dan akurat.
PENAFSIRAN ALKITAB PENTING UNTUK DAPAT MENERAPKANNYA
DENGAN BENAR
Interprestasi sebaiknya
dibangun atas dasar observasi dan kemudian baru menuju kepada interprestasi.
Interprestasi adalah sarana untuk mencapai hasil akhir, bukan hasil akhir itu
sendiri. Tujuan pemahaman Alkitab bukan hanya untuk menentukan apa yang
dikatakan oleh Alkitab dan apa artinya, tetapi justru untuk dapat menerapkannya
di dalam kehidupan kita. Jika kita gagal menerapkan Kitab Suci di dalam hidup
kita, berarti kita mengakhiri seluruh proses itu dan belum menyelesaikan apa
yang Allah ingin untuk kita lakukan. Benar bahwa saat ini Alkitab memberi
kepada kita banyak fakta yang harus kita ketahui tentang Allah, diri kita
sendiri, dosa, keselamatan dan masa depan.
TANTANGAN PENAFSIR ALKITAB
Kita sebagai manusia bertanggung jawab untuk berusaha
mengetahui kebenaran yang disampaikan oleh Firman Tuhan. Hal ini penting bagi
kehidupan rohani kita sendiri dan juga bagi efektivitas kita dalam melayani
orang-orang lain. Tanpa interprestasi Alkitab yang baik, teologi seorang
individu atau seluruh gereja mungkin salah arah atau bersifat dangkal dan
pelayanannya tak seimbang, proses memahami Alkitab adalah proses seumur hidup.
MASALAH-MASALAH DALAM PENAFSIRAN ALKITAB
Salah satu alasan utama mengapa Alkitab sulit dipahami
adalah karena Alkitab merupakan sebuh kitab yang sangat kuno. Kelima kitab
pertama dalam Perjanjian Lama di tulis oleh Musa sekitar tahun 1400 SM. Kitab
terakhir dalam Alkitab, yaitu kitab Wahyu, ditulis oleh Rasul Yohanes sekitar
tahun 90 M. jadi berapa kitab itu ditulis sekitar 3.400 tahun yang lalu dan
kitab yang terakhir ditulis sekitar 1.900 tahun yang lalu. Ini berarti bahwa
dalam hermeneutika kita harus mencoba menjembatani beberapa kesenjangan yang
disebabkan oleh kunonya kitab yang kita pegang sekarang ini.
Kesenjangna Waktu (Kronologis) karena adanya kesenjangan
waktu yang sangat luas di antara kita dengan para penulis dan pembaca Alkitab
mula-mula, terdapat kesenjangan yang sangat besar. Karena kita tidak berada
disana, kita tidak bisa berbicara dengan para penulisnya dan para pendengar
serta pembaca pertama untuk dapat secara langsung menyingkapkan arti dari apa
yang mereka tuliskan.
Kesenjagan Ruang (Geografis) sebagian besar pembaca
Alkitab zaman ini tinggal ribuan mil dari Negara-negara dimana
kejadian-kejadian di dalam Alkitab terjadi. Timur tengah, Mesir, dan
negara-negara Mediterania selatan dari Eropa masa kini adalah tempat-tempat
diman orang-orang yang disebutkan di dalam Alkitab tinggal dan melakukan
perjalanan. Tempat ini terbentang antara Babilonia di Irak masa kini hingga ke
Roma (dan mungkin juga Spanyol, jika Paulus melakukan perjalanan ke sana).
Jarak geografis ini memberikan kerugian bagi kita.
Kesenjangan Budaya (Kultural) terdapat perbedaan besar
antara cara orang-orang yang tinggal di dunia Barat melakukan sesuatu dan
berpikir dengan cara orang-orang yang tinggal di dunia Timur hidup dan
berpikir. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui budaya dan
kebiasaan-kebiasaan orang-orang di zaman Alkitab.
Kesenjangan Bahasa (Lingustik) selain kesenjangan waktu,
ruang, dan kebiasaan, terdapat juga kesenjangan diantara cara kita berbicara
dan mennulis dengna cara orang-orang zaman Alkitab berbicara dan menulis.
Bahasa-bahasa yang digunakan untuk menulis Alkitab – Ibrani, Aram, dan Yunani –
mempunyai beberapa ketidak laziman yang tidak di kenal dalam bahasa Inggris.
Kesenjangan Penulisan (pustaka/sastra) terdapat
perbedaan-perbedaan antara gaya dan bentuk penulisan di zaman Alkitab dengan
gaya dan bentuk penulisan di dunia Barat saat ini. Kita jarang berbicara dalam
bentuk amsal atau perumpamaan. Tetapi sebagian besar dari Alkitab menggunakan
amsal atau perumpamaan. Selain itu terdapat juga fakta bahwa ada kurang lebih
40 orang yang menuliskan kitab-kitab di dalam Alkitab, sehingga kadang-kadang
menimbulkan kesulitan bagi para penafsir.
Kesenjagan Rohani (Supranatural) juga penting untuk
memperhatikan bahwa terdapat kesenjangan antara cara Allah melakukan sesuatu
dengan cara kita melakukan sesuatu. Fakta bahwa Alkitab menulis tentang Allah
menempatkan Alkitab dalam sebuah kategori yang unik. Allah yang tidka terbatas,
tidak dapat sepenuhnya dipahami oleh yang terbatas. Alkitab berbicara tentang
Allah yang membuat mukjizat-mukjzat dan membuat prediksi tentang masa depan.
Alkitab juga berbicara tentang kebenaaran-kebenaran yang sulit dipahami,
seperti Trinitas, kedua sifat Kristus, kedaulatan Allah, dan kehendak manusia.
DEFINISI-DEFINISI DALAM HERMENEUTIK
Kata “Hermeneutika” dalam bahasa inggris berasal dari
kata Yunani hermeneuo dan kata benda hermeneia. Kata-kata ini dahulu merujuk
kepada Hermes, yaitu dewa pembawa pesan yang kakinya bersayap dalam mitologi
Yunani. Hermes bertanggung jawab untuk mengubah hal-hal yang berada di luar
jangakauan pemahaman manusia menjadi bentuk yang dapat ditangkap oelh intelegensi
manusia. Hermes disebut-sebut sebagia penemu bahasa dan tulisan dan merupakan
dewa bahasa sastra, dan lain-lain.
Hermeneutik! Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya,
adalah ilmu dan seni menafsirkan Alkitab. Cara lain untuk menndefinisikan hermeneutik
adalah demikian: Hermeneutik adalah ilmu (prinsip) dan seni (tugas) di mana
makna dari suatu tulisan Alkitab ditentukan. Oleh karena itu, hermeneutic
sekaligus adalah ilmu dan seni. Sebagai ilmu, hermeneutic dengan jelas
menyatakan prinsip-prinsip, menyelidiki aturan-aturan pemikiran dan bahasa, dan
mengelompokkan fakta-fakta serta hasil-hasilnya. Sebagai seni, hermeneutik
mengajarkan penerapan yang semestinya dari prinsip-prinsip ini, dan memastikan
kejelasannya dengan cara memperlihatkan nilai praktisnya dalam menjelaskan
bagian Kitab Suci yang lebih sulit.
Eksegesis adalah interprestasi sesungguhnya dari Alkitab,
dan hermeneutic terdiri dari prinsip-prinsip yang digunakan untuk menentukan
maknanya. Eksegesis adalah pembelajaran secara pribadi, dan eksposisi adalah
presentasi di depan umum. Eksegesis dilakukan dalam sebuah studi; eksposisi si
lakukan di mimbar atau meja guru atau podim. Perhatian utama dalam eksegesis
adalah pemahaman tentang uatu tulisan
Alkitab, sementara perhatian utama dari sebuah eksposisi adalah penyampaian dari makna tulisan.
Homiletik adalah ilmu (prinsip) dan seni (tugas) di mana
makna dan relevansi dari tulisan Alkitab di sampaikan dalam suasana khotbah,
dan pendagogi adalah ilmu (prinsip) dan seni (tugas) yang digunankan untuk
menyampaikan makna dan relevansi dari tulisan Alkitab dalam suasana pengajaran.
Dengan demikian, eksegesis adalah sarana untuk mencapai
suatu tujuan, sebuah langkah menuju eksposisi, yang bersifat lebih praktis.
Hermeneutic seumpama sebuah buku resep. Eksegesis adalah mempersiapkan
memanggang kue tersebut, dan eksposisi adalah penyajiaanya. Menggambarkan
elemen-elemen lainnya, yang semua menuju ke langkah akhir peneguhan, yaitu
pertumbuhan rohani dalam kehidupan si penafsir dan para pendengar.
PENAFSIR ALKITAB DAHULU DAN SEKARANG
Seperti rambu peringatan,
mempelajari sejarah interprestasi Alkitab dapat membatu kita melihat
kesalahan-kesalahan orang lain di masa lalu dan konsekuensi dari
kesalahan-kesalahan itu, sehingga membuat kita waspada untuk tidak mengulangi
kesalahan-kesalahan itu. Sebagai rambu-rambu yang memberikan arahan,
pengetahuan tentang perkembangan interprestasi Alkitab di berbagai negara dapat
membantu kita melihat pentingnya interprestasi Alkitab yang benar dan apa yang
tercakup di dalamnya. Sebagai rambu-rambu yang memberikan informasi, sejarah
hermenutik membantu kita melihat bagaimana masalah-masalah interprestasi
tertentu timbul, dan bagaimana orang-orang lain di masa lalu menyelesaikan
masalah itu.
PANDANGAN SIAPA YANG BENAR
Dalam pelaran geometri,
aksioma adalah kebenaran yang telah terbukti dengan sendirinya, “sebuah
pernyataan diterima sebagai suatu kebenaran karena alasannya.” Dalam logika,
sebuah aksioma adalah sebuah pernyataan yang tidak memerlukan bukti untuk
memperkuat validitasnya. Kesimpulan yang logis dari sebuh aksioma adalah sebuah
kewajaran. Berdasarkan kebenaran sebuah aksioma, dari sana dapat disimpulkan
pernyataan-penyataan logis tertentu.
Dalam melakukan pendekatan
terhadap Alkitab, ada kebenaran yang terbukti dengan sendirinya bahwa Alkitab adalah
sebuah kitab, seperti halnya buku-buku lainnya, Alkitab dituliskan dalam bahasa
yang digunakan oleh manusia dengan tujuan untuk menyampaikan
pemikiran-pemikiran dari para penulis kepada para pembacanya.
MENJEMBATANI KESENJANGAN
BUDAYA
Orang-orang sering melakukan
interprestasi pada Alkitab. Mereka mengambil kalimat atau paragraph, dan
memberikan arti kepada bagian itu sesuai dengan apa yang mereka pikirkan.
Mengabaikan konteks adalah suatu masalah terbesar dalam penafsiran Alkitab.
Dengan mengabaikan “seluruh situasi di sekeliling” sebuah ayat Alkitab, kita
mungkin salah memahami ayat itu. Kita perlu mempertimbangkan kalimat-kalimat
dan paragraf-paragraf yang mendahului dan mengikuti ayat tersebut dan juga
mempertimbangkan latar budaya di mana ayat dan bahkan seluruh kitab itu
dituliskan. Ini sangat penting karena adanya kesenjangan budaya kita saat ini
dengan budaya zaman Alkitab pada masa itu.
Budaya seseorang mencakup
beberapa llingkup hubungan dengan pengaruh – hubungan antar pribadi dengan individu
atau kelompok lainnya, perannya di dalam keluarga, kels sosialnya, kebangsaan
atau pemerintahan dimana orang tersebut menjadi bagian di dalamnya. Agama,
politik, peperangan, hukum, pertanian, arsitektur, bisnis, ekonomi, dan
geografi dimana orang tersebut hidup dan melakukan perjalanan, apa yang
ddituliskan dan dibaca oleh orang tersebut dan orang-orang lainnya, apa yang di
kenakannya dan bahasa apa yang digunakannya – semuanya memberikan petunjuk
tentang cara hidup orang tersebut, dan jika orang tersebut adalah penulis
sebuah kitab di dalam Alkitab, semuanya ini memberikan petunjuk tentang apa
yang dituliskannya.
MENJEMBATANI KESENJANGAN GRAMATIKAL
Zaman Reformasi ditandai
dengan kembalinya interprestasi historis dan gramatikal terhadap Kitab Suci.
Ini secara langsung bertentangan dengan pendektan pada Alkitab yang tidak pasti
selama ratusan tahun pandangan yang mengabaikan makna kata-kata normal menurut
pengertian gramatikalnya, dan membiarkan kata-kata dan kalimat-kalimat
mempunyai arti apapun sesuai keinginan pembacanya.
Etimologi dari sebuah kata
sering tidak dapat membantu menentukan maknanya. Oleh karena itu kita perlu
mengetahui penggunaannya di masa kini yang telah di tetapkan oleh penulisnya.
Praktik ini saat ini disebut usus
loquendi (secara harfiah: penggunaan oleh orang yang mengatakannya). Dengan
kata lain, apakah makna biasa dari kata itu yang dimaksudkan oleh si penulis
ketika dia menggunakan kata itu? Cara si penulis menggunakan kata itu dalam
konteksnya dapat membantu menentukan
maknanya. Dengan melihat bagaimana sebuah kata berbeda dari sinonimnya dapat
membantu mempersempit makna kata tersebut. Penting untuk tidak memasukkan arti
sinonimnya kedalam sebuah kata tertentu, tetapi berusaha menemukan bagaimana
kata-kata tersebut membawa berbagai rona makna.
0 Comments