Sekalipun
program PositiveID di AS dihentikan, dan proyek E-KTp di Indonesia tersendat akibat
kasus mega korupsi, apakah gerakan masyarakat dengan satu identitas akhirnya
berhenti? TENTU TIDAK! Program menuju masyrakat dengan satu identitas itu
komprehensif (luas dan lengkap). E-KTP hanyalah salah satu program yang akan
melengkapi dan dilengkapi program-program lainnya. Untuk itu, selain program
E-KTP, banyak kementrian di pemerintahan yang akan melaksanakan program-program
lainnya yang akan besinergi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia memiliki satu
identitas. Berikut beberapa program yang dapat disebutkan:
BPJS Kesehatan
Pada
tanggal 1 Januari 2014, pemerintah mengeluarkan program BPJS Kesehatan (Badan
Peyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan). Sesuai pasal 14 UU BPJS menyatakan
bahwa setiap warga negara Indonesia wajib menjadi anggota BPJS. Itu artinya
setiap masyarakat Indonesia nantinya akan memiliki “kartu sakti” berupa kartu BPJS
yang diberikan kepada masyarakat untuk mempermudah mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)
Pada
tanggal 14 Agustus 2014 Gubernur Bank Indonesia secara resmi mencanangkan
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan
pelaku bisnis Indonesia untuk mulai beralih menggunakan sarapa pembayaran
nontunai dalam melakukan berbagai transaksi keuangan. Dengan gerakan ini
diharapkan masyarakat mulai memiliki dan menggunakan alat-alat pembayaran
nontunai seperti ATM, kartu kredit, pembayaran online, dan alat-alat
pem-bayaran elektronik lainnya.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Tanggal
1 Januari 2015 Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan memberlakukan
aturan kewajiban kepemilikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bagi mereka yang
memiliki penghasilan diatas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Itu artinya
setiap wajib pajak akan memiliki Nomor Pokok wajib pajak untuk mempermudah
administrasi perpajakan, dan sebagai kewajiban untuk mendapatkan pelayanan
umum, seperti kredit bank, paspor, SIUP, dan persyaratan pegawai untuk beberapa
instansi.
Konversi semua jenis standar teknis
ATM menjadi tekonologi chip
Untuk meningkatkan keamanan, melalui
Bank Indonesia. Pemerintah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan semua
Peyelenggara Kegiatan Alat Pembayaran mengkonversi standar teknis alat
pembayaran magnetic tape (terutama ATM) dengan menggunakan Standar Nasional
Teknologi Chip dan PIN paling lambat hingga tanggal 30 Desember 2015. Itu
artinya, memasuki tahun 2016 seharusnya semua lat pembayaran sudah terkonversi
menjadi kartu chip. Namun karena pihak bank menyatakan ketidaksanggupan, maka
batas waktu konversi akhirnya diundur menjadi paling lambat hingga tanggal 31
Desember 2021. Sekalipun mundur, perbankan diberi 4 tahapan batas waktu yang
harus ditaati. Tahap pertama, hingga akhir 2018 sebanyak 30% kartu ATM harus
sudah menggunakan chip. Kemudia akhir tahun 2019, sebanyak 50%. Akhir tahun
2020, sebanyak 80%. Dan akhirnya hingga 31 Desember 2021, seluruh alat pembayaran
di Indonesia sudah menggunakan teknologi chip.
Kartu Identitas Anak (KIA)
Pada
tanggal 14 Januari 2016, berdasarkan Pemendagri No. 2 Thn. 2016, Kementrian
Dalam Negeri mengeluarkan peraturan yang mewajibkan anak diatas 1 tahun dan
dibawah 17 tahun harus memiliki Kartu Indentitas Anak (KIA). KIA ini masih
dalam masa sosialisasi hingga akhir 2017, dan diharapkan dapat diterapkan pada
tahun 2018.
Mempercepat keuangan inklusif
Dari
tadi kita berbicara tentang NPWP, kartu kredit, ATM, SIM, dan alat-alat
pembayaran nontunai lainnya yang kesemuanya hanya dimiliki oleh masyarakat
golongan menengah keatas. Memang mudah bagi pemerintah melakukan migrasi
masyarakat golongan menengah ke atas kepada kehidupan non tunai. Mereka yang
memiliki penghasilan tetap, pekerjaan tetap, orang-orang kaya, pengusaha, dan
mereka yang hidup di atas piramida ekonomi memang sudah terbiasa dengan
kehidupan nontunai. Mereka minimal pasti telah memiliki ATM, kartu kredit,
e-Bangking, e-money, atau bahkan memiliki semuanya. Tapi bagaimana dengan
mereka yang termasuk dalam golongan masyarakat miskin yang sama sekali tidak
memiliki keter-singgungan dengan aktivitas perbankan seperti tabungan,
transfer, kredit, atau asuransi. Mereka adalah orang-orang yang tinggal di
desa-desa, di plosok, di pulau-pulau, atau di kota besar namun hidup dalam
kemiskinan. Perputaran uang mereka sangat kecil, yaitu hanya sebatas untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika beruntung mereka bekerja sebagai penjual
warung kecil-kecilan, pedagang kaki lima, buruh, pekerja serabutan, pemulung,
atau usaha kecil lainnya yang sangatlah sulit untuk diterapkannya transaksi
nontunai. Satu-satunya kartu yang mereka miliki meungkin hanya KTP.
Menjawab tantangan tersebut,
pemerintah kemudian mengeluarkan kebijaka Keuangan Inklusif. Keuangan inklusif
adalah sebuah konsep keuangan yang ditujukan kepada masyarakat miskin agar
mereka dapat memanfaatkan poduk keuangan formal, seperti layanan perbankan dan
transaksi nontunai. Keungan inklusif akan dilaksanakan dengan berfokus pada
hal-hal mendasar yang sangat dibuthkan oleh masyarakat miskin, seperti:
kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, ketahanan pangan, perbaikan gizi,
dan bantuan kredit usaha. Untuk itu, melalui Kementrian Sosial (Kemensos),
pemerintah kemudian mulai menjalankan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang
dalam penyaluran dananya menerapkan prinsip kartu ATM bank. Masyarakat miskin
yang berhak penerima bantuan langsung akan menerima kartu Bantuan Sosial
(Bansos) seperti: Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS),
Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Tani, Kartu Nelayan, Kartu Usaha Rakyat,
dan sebagainya. Melalui kartu-kartu ini, masyarakat miskin dapat mengambil uang
bantuan di bank-bank negara atau di kantor pos seperti layaknya seorang nasabah
mengambil uang di bank menggunakan kartu ATM. Dengan cara ini, selain
mengurangi kebocoran dana jika harus disalurkan melalui aparatur negara,
bantuan langsung ini juga merupakan perpanjangan tangan agar seluruh masyarakat
Indonesia pada akhirnya memiliki kartu transaksi untuk mem-perlengkapi dan
memperkenalkan transaksi nontunai.
Program BLT ini sangatlah membantu,
namun ternyata masih memiliki kelemahan. Kelemahan yang dimaksud terjadi
dikarenakan bantuan yang kemudian dicairkan masih berupa uang tunai, yang
kemudian sering digunakan secara tidak tepat guna, seperti membeli rokok,
pulsa, berjudi, membayar cicilan barang mewah, dan sebagainya. Untuk itu
akhirnya muali bulan Juni 2017, Kemensos menyempurnakan dan merubah program
bantuan sosial berupa penyaluran Bantuan Langsung Tunai menjadi nontunai yang
diberi nama Program Keluarga Harapan (PKH). Bagi mereka yang termasuk golongan
Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) maka mereka akan mendapatkan kartu elektronik
PKH (KePKH) sebagai identitas penerima. Kartu ini akan mencakup sebagai kartu
ATM rekening BRI, kartu jaminan pendidikan, dan sebagai kartu jaminan akses
kesehatan masyarakat di RSUD dan puskesmas.
Dengan kartu KePKH, diharapkan dana
bantuan yang diterima oleh masyarakat miskin tepat sasaran dan tepat sasaran
dan tepat guna yaitu digunakan untuk pendidikan, kesehatan, dan membeli
kebutuhan pokok saja. Oleh sebab itu, sekalipun dalam bentuk kartu ATM, kartu
KePKH tidak dapat digunakan untuk mencairkan uang tunai tapi hanya dapat
digunakan untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok secara nontunai, seperti
membeli LPG 3kg, pembayaran listrikm dan pembelian bahan pokok lainnya di
e-Warung, mesin jual otomatis, atau di Kelompok Usaha Bersama Program Keluarga
Harapan (KUBEPKH). Untuk mendukung pelaksanaannya, pemerintahan di
daerah-daerah juga mengeluarkan program-program yang akan besinergi dengan
KePKH seperti pembuatan ATM Beras, ATM telur, ATM daging, yaitu mesin jual
otomatis (vending machine) yang dapat mengeluarkan kebutuhan pokok dalam jumlah
tertentu secara otomatis bagi mereka yang memiliki kartu bantuan.
Selain sebagai sarana mengentaskan
kemiskinan dan kesenjangan sosial, melalui Kartu elektronik PKH, diharapkan
dapat membiasakan SEMUA golongan masyarakat menengah terhadap transaksi
nontunai dan siap memasuki masyarakat tanpa uang tunai.
0 Comments