1. Memahami Istilah “ Pluralisme”
Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism),
terdiri dari dua kata plural (=beragam) dan isme (=paham).
Pluralisme berarti beragam pemahaman,
atau bermacam-macam paham, Untuk itu kata ini termasuk kata yang ambigu.
Berdasarkan Webster's Revised Unabridged Dictionary (1913 + 1828)
arti pluralism
adalah:
hasil atau keadaan menjadi plural ( beragam).
keadaan seorang pluralis; memiliki lebih dari satu
tentang keyakinan gerejawi.
Pluralisme agama adalah
sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan
terhadap agama-agama yang berbeda, dan
dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula:
Sebagai pandangan dunia
yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang
eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lain pun
dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.
Sebagai penerimaan atas
konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran
yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini seringkali menekankan aspek-aspek
bersama yang terdapat dalam agama-agama.
Kadang-kadang juga
digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk
mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik
antar agama-agama atau berbagai denominasi
dalam satu agama.
Dan sebagai sinonim
untuk toleransi
agama, yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi
harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.
Pluralisme Agama berkembang pesat dalam masyarakat Kristen
barat disebabkan setidaknya oleh tiga hal: yaitu
a. Trauma sejarah kekuasaan Gereja di Zaman Pertengahan dan konflik Katolik
b. Protestan, Problema teologis Kristen
dan
c. Problema Teks Bibel/Alkitab Dalam
tradisi Kristen, dikenal ada tiga cara
pendekatanatau cara pandang teologis terhadap
agama lain.
d. eksklusivisme,
yang memandang hanya orang-orang yang mendengar dan menerima Alkitab yang akan diselamatkan. Di luar itu tidak
selamat.
e. inklusivisme,
yang berpandangan, meskipun Kristen merupakan agama
yang benar,
tetapi keselamatan juga
mungkin terdapat pada agama lain.
Pluralisme, yang memandang semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju inti dari realitas agama.
Dalam pandangan Pluralisme Agama, tidak ada
agama yang dipandang lebih superior dari
agama lainnya. Semuanya dianggap sebagai jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan
2. Beragam pandangan agama-agama tentang Pluralisme Agama
Kristen
Dalam dunia Kristen, pluralisme agama pada beberapa
dekade terakhir diprakarsai oleh John Hick. Dalam hal ini dia mengatakan
bahwa menurut pandangan fenomenologis (berdasarkan fenomena atau gejala), terminology
(penegertian kata atau dapat kita mengerti sebagai definisi.pengertian istilah)
pluralisme agama arti sederhananya ialah realitas (kenyataan) bahwa sejarah
agama-agama menunjukkan berbagai tradisi serta kemajemukan yang timbul dari
cabang masing-masing agama. Dari sudut pandang filsafat, istilah ini menyoroti sebuah
teori khusus mengenai hubungan antartradisi dengan berbagai klaim dan rival
mereka. Istilah ini mengandung arti berupa teori bahwa agama-agama besar dunia
adalah pembentuk aneka ragam persepsi yang berbeda mengenai satu puncak hakikat
yang misterius.
Katolik
Paus Yohannes Paulus II, tahun 2000, mengeluarkan Dekrit Dominus Jesus[1]’ Penjelasan ini, selain menolak paham Pluralisme Agama,juga menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus.
Hindu
Setiap kali orang Hindu mendukung Universalisme Radikal, dan secara bombastik memproklamasikan bahwa “semua agama adalah sama”, dia melakukan itu atas kerugian besar dari agama Hindu yang dia katakan dia cintai.
(Dr. Frank Gaetano Morales, cendekiawan Hindu).
Islam
Pada tanggal 28 Juli
2005, MUI (Majleis Ulama Indonesia) menerbitkan
fatwa yang melarang pluralisme. Dalam
fatwa tersebut, pluralisme agama,sebagai obyek persoalan yang ditanggapi,
didefinisikan sebagai:
"Suatu paham yang
mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama
adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim
bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah.
Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan
berdampingan di surga".
Fatwa
MUI Tentang Pluralisme Agama
Kami sengaja
menampilkan fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang PLURALISME, LIBERALISME DAN
SEKULARISME AGAMA karena ternyata banyak masyarakat yang belum tahu adanya
fatwa tersebut. Padahal fatwa tersebut sudah dikeluarkan sejak tahun 2005 lalu.
Paham Pluralisme agama,
khususnya, sangat membahayan aqidah umat sehingga bisa menyebabkan mereka kufur
terhadap kebenaran agama yang dipeluknya.
Kalau diibaratkan
penyakit, paham Pluralisme Agama seperti virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus) yang menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia
sehingga rentan terhadap penyakit. Makin lama penderita virus ini makin banyak,
dan semakin banyak pula yang meninggal karenanya. Begitu juga paham Pluralisme
Agama yang sedang dikembangkan di Indonesia, akan memperlemah keyakinan
pemeluknya akan kebenaran agamanya. Semakin hari semakin banyak pemeluk agama
yang terjangkiti olehnya, dan semakin banyak pula yang akan gugur agamanya.
Paham Pluralisme Agama
ini semakin ngetrend setelah wafatnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang
mendapat pujian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai "Bapak
Pluralisme". Pujian SBY ini disampaikan sebagai ucapan kata terakhir untuk
Gus Dur saat menyampaikan pidato prosesi pemakaman Gus Dur.
"Selamat jalan
Bapak Pluralisme. Semoga tenang di sisi Allah SWT," kata SBY
dalam pidatonya di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Rabu (31/12/2009).
Menanggapi pujian ini,
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pun mengaku bangga dengan sebutan ini. Bahkan
menurut Ketua Dewan Tanfidz DPP PKB, Muhaimin Iskandar di Jakarta, PKB merasa
terhormat, presiden memberikan gelar bapak pluralisme.
Bahkan Cak Imim
(panggilan akrab Muhaimin Iskandar) menyatakan, menjadi tanggung jawab PKB
untuk meneruskan gelar pluralisme ini. "Kita akan lanjutkan sekuat
tenaga," jelasnya.
Berbeda dengan PKB,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur dengan tegas menolak gelar
"Bapak Pluralisme" untuk Gus Dur oleh Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono.
"Kami tidak
sependapat jika Gus Dur disebut sebagai Bapak Pluralisme seperti diungkapkan
Presiden di Jombang beberapa waktu lalu karena dapat menimbulkan konflik
agama," kata Ketua MUI Jatim K.H. Abdusshomad Buchori di Surabaya, Rabu
(13 Januari 2010).
Kiai Buchori menilai,
pluralisme adalah faham pencampuradukan beberapa ajaran agama sehingga sangat
berbahaya terhadap kehidupan beragama di Indonesia.
Beberapa tahun sebelum
wafatnya Gus Dur, gagasan menyematkan gelar sebagai Bapak Pluralisme sudah
pernah diwacanakan. Pada tahun 2006, tepatnya tanggal 21 September, di Hotel
Aryaduta dalam acara peluncuran buku ‘Islamku, Islam Anda, Islam
Kita’ karya Gus Dur, Syafi’i Anwar mengatakan bahwa Gus Dur
adalah bapak pluralisme Indonesia. Wimar Witoelar menambahkan bahwa beliau
sebetulnya juga adalah bapak plularisme dunia, mengingat bahwa dunia kini
kekurangan tokoh pluralisme dan bahkan didominasi oleh pemimpin eksklusif dari
semua pihak.
Dengan demikian, MUI
menyatakan bahwa Pluralisme dalam konteks yang tertera tersebut bertentangan
dengan ajaran Agama Islam [3].
Dengan adanya definisi plurasime
yang berbeda tersebut, timbul polemik
panjang mengenai pluralisme di Indonesia.
Pluralisme Agama
Mendapat Tantangan yakni : Adanya Polemik
Saat ini pluralisme
menjadi polemik di Indonesia karena perbedaan mendasar antara pluralisme dengan
pengertian awalnya yaitu pluralism sehingga memiliki arti :
a. Pluralisme
diliputi semangat religious (keagamaan/kerohanian), bukan hanya sosial kultural
b. Pluralisme
digunakan sebagai alasan pencampuran antar ajaran agama
c. Pluralisme
digunakan sebagai alasan untuk mengubah ajaran suatu agama agar sesuai dengan
ajaran agama lain
Jika melihat kepada ide
dan konteks konotasi yang berkembang, jelas bahwa pluralisme di Indonesia
tidaklah sama dengan 'pluralism' sebagaimana pengertian dalam bahasa Inggris.
Dan tidaklah aneh jika kondisi ini memancing timbulnya reaksi dari berbagai
pihak.
Pertentangan yang
terjadi semakin membingungkan karena munculnya kerancuan bahasa.
Sebagaimana seorang mengucapkan pluralism dalam arti non asimilasi akan
bingung jika bertemu dengan kata pluralisme dalam arti asimilasi. Sudah
semestinya muncul pelurusan pendapat agar tidak timbul kerancuan.
3.
Polemik
itu kemudian Mengkristal
Akibat kurang kritis,
maka kata yang masih rancu pun menjadi polemik karena belum adanya kemauan
untuk mengkaji lebih dalam. Emosi dan perasaan tersinggung seringkali melapisi
aroma debat antar tiga pihak yaitu :
a. Penganut
pluralisme dalam arti asimilasi
b. Penganut
pluralism dalam arti non asimilasi
c. Penganut
anti-pluralisme (yang sebenarnya setuju dengan pluralism dalam arti
non-asimilasi)
LAMPIRAN
Berikut ini (terlampir) Keputusan
Fatwa MUI Tentang Pluralisme, Liberalisme, Sekularisme Agama:
________________________________________
KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONEISA
Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22
Jumadil Akhir 1246 H. / 26-29 Juli 2005 M.;
MENIMBANG :
a. Bahwa
pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme agama, liberalisme dan
sekularisme serta paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat;
b. Bahwa
berkembangnya paham pluralisme agama, liberalisme dan sekularisme serta
dikalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat
meminta MUI untuk menetapkan Fatwa tentang masalah tersebut;
c. Bahwa
karena itu, MUI memandang perlu menetapkan Fatwa tentang paham pluralisme,
liberalisme, dan sekularisme agama tersebut untuk di jadikan pedoman oleh umat
Islam.
MENGINGAT:
1.
Firman Allah:
"Barang siapa
mencari agama selaian agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan terima (agama
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi…" (QS.
Ali Imaran [3]: 85)
"Sesungguhnya
agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…" (QS. Ali Imran [3]:
19)
"Untukmu agamamu,
dan untukkulah, agamaku." (QS. al-Kafirun [109] : 6).
"Dan tidaklah
patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."
(QS. al-Azhab [33:36).
Allah tiada melarang
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu
karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim. (QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9).
Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni’matan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan. (QS. al-Qashash [28]: 77).
Dan jika kamu menuruti
kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu
dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan
mereka tidak lain hanyalah berdusta. (terhadap Allah). (QS. al-An’am [6]: 116).
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Q. al-Mu’minun [23]: 71).
a. Imam
Muslim (w. 262 H) dalam Kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah
SAW : “Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorangpun baik Yahudi
maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia
mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi
penghuni Neraka.” (HR Muslim).
b. Nabi
mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non-Muslim, antara lain
Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi Raja Abesenia
yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi
mengajak mereka untuk masuk Islam. (riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra
dan Imam Al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).
c. Nabi
saw melakukan pergaulan social secara baik dengan komunitas-komunitas
non-Muslim seperti Komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang
tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin
Aththab adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani Quraizah). (Riwayat
al-Bukhari dan Muslim).
MEMPERHATIKAN:
Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII VII MUI 2005.
Dengan bertawakal kepada Allah SWT.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN: FATWA TENTANG PLURALISME AGAMA DALAM
PANDANGAN ISLAM
Pertama:
Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan
1. Pluralisme
agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan
karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap
pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanya saja yang benar
sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua
pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.
2. Pluralitas
agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat
berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
3. Liberalisme
adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan
akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai
dengan akal pikiran semata.
4. Sekualisme
adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk mengatur
hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya
dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Kedua:
Ketentuan Hukum
1. Pluralism,
Sekualarisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama
adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
2. Umat
Islam haram mengikuti paham Pluralisme Sekularisme dan Liberalisme Agama.
3. Dalam
masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib bersikap ekseklusif, dalam arti
haram mencampur adukan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah
pemeluk agama lain.
4. Bagi
masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama),
dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam
bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk
agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Ditetapkan
di: Jakarta
Pada tanggal: 22 Jumadil Akhir 1426 H.
29 Juli 2005 M.
MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA
0 Comments